Nova.id – Bencana alam di tengah pandemi dinilai membutuhkan kewaspadaan ekstra. Pasalnya, lokasi pengungsian dan tindakan penyelamatan dapat memicu klaster baru Covid-19 jika tidak disertai protokol kesehatan.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Fachri Radjab dalam dialog Media Produktif Forum Merdeka Barat 9 “Siaga Bencana ketika Pandemi” yang diselenggarakan KPC PEN, Jumat (26/11/2021).
Fachri menjelaskan bahwa BMKG membagi Indonesia menjadi 342 zona musim. Berdasarkan pantauan BMKG, diketahui bahwa hampir semua zona telah memasuki musim penghujan.
“Saat ini, semua zona sudah masuk (musim hujan), tetapi belum mencapai puncaknya. Diperkirakan puncaknya nanti Januari-Februari 2022,” kata Fachri.
Baca Juga: Cara Mengatasi Rambut Rontok dengan Masker Rambut Bawang, Ampuh Banget!
Musim hujan juga diketahui akan terus terjadi hingga April 2021 di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi. Masing-masing wilayah akan mengalami peningkatan curah hujan hingga 20-70 persen akibat fenomena La Nina.
Kendati demikian, ia mengimbau agar masyarakat maupun pemerintah tetap waspada. Sebab, bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang sering dialami Indonesia dengan potensi sepanjang tahun.
“Bencana yang paling sering terjadi di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi, yakni mencapai 98 persen,” jelasnya.
Ia melanjutkan, tantangan yang dihadapi Indonesia pun beragam. Pada peralihan musim, terdapat potensi puting beliung, hujan lebat, hingga hujan es.
Baca Juga: Inilah Uniknya Produksi Susu Kambing Formula Asal New Zealand
Pada puncak musim hujan, lanjut Fachri, sejumlah wilayah di Indonesia kerap diterpa banjir, banjir bandang, dan longsor. Sementara, pada musim panas, ada risiko hidrometeorologi kering seperti kekeringan dan kebakaran lahan.
Sebagai upaya pencegahan di berbagai wilayah, BMKG menyediakan layanan informasi cuaca berbasis dampak yang dapat diakses melalui https://signature.bmkg.go.id/. Tidak hanya itu, BMKG juga mengadakan sosialisasi langsung ke lapangan terkait cara menanggulangi risiko bencana alam.
“Informasi dari kami digunakan untuk menyusun kesiapsiagaan lebih lanjut. Kami juga melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat bagaimana memahami informasi tersebut dan tindakan apa yang harus dilakukan.” tuturnya.
Ia juga mengingatkan bahwa di masa pandemi, langkah-langkah penanganan dampak bencana akan lebih menantang karena perlu dilakukan dengan cermat. Protokol kesehatan harus tetap dijaga dalam setiap tindakan karena rentan menimbulkan kerumunan dan klaster penularan.
Baca Juga: Cara Menghilangkan Bekas Luka di Kaki, Cuma Modal Lidah Buaya
“Tahun ini dan tahun lalu tantangannya semakin besar karena berada di masa pandemi. Tentu langkah (yang diambil) harus lebih cermat,” tegas Fachri.
Sementara itu, Bupati Bojonegoro Anna Mu'awanah serta Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sumatera Selatan (Sumsel) Achmad Rizwan yang hadir dalam dialog tersebut turut memberikan tanggapan.
Kabupaten Bojonegoro, kata Anna, memiliki banyak kawasan hutan. Guna mencegah risiko bencana alam, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan sejumlah organ pemerintahan.
Koordinasi serupa juga dilakukan dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Sosial Kabupaten Bojonegoro, serta organisasi kemasyarakatan (ormas) dan organisasi kepemudaan.
Baca Juga: 3 Cara Menghilangkan Mual di Pagi Hari, Nggak Usah Minum Obat!
“Tak kalah penting, TNI dan Polri, Pemadam Kebakaran (Damkar) yang kini punya tugas kebencanaan, serta Linmas. Personil yang disiapkan tentunya disesuaikan dengan skala bencana,” katanya.
Di samping koordinasi tingkat pemerintah, kegiatan serupa juga dilakukan kepada masyarakat. Adapun sosialisasi dilakukan dengan mengombinasikan metode tatap muka dan saluran digital Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.
“Dengan kita siaga, selalu melakukan pengecekan, sosialisasi, simulasi, maka masyarakat akan tenang (tidak panik) dan ikut bersiaga,” ujar Anna.
Senada dengan Anna, Achmad Rizwan juga menyatakan hal serupa. Menurutnya, mitigasi bencana telah diselenggarakan secara simultan sejak awal 2021. Koordinasi pun dilakukan tidak hanya dengan sejumlah pihak terkait, tapi juga masyarakat setempat.
“Masyarakat, stakeholder, pemerintah, dan swasta dilibatkan dalam satu sistem sehingga bencana dapat dihadapi saat terjadi. Kemudian juga edukasi perilaku masyarakat agar mereka sadar dan mengetahui bagaimana tindakan saat bencana terjadi,” papar Achmad.
Penulis | : | Fathia Yasmine |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR