NOVA.id - “Bagi foto pas kamu liburan ke Korea kemarin, dong. Aku mau upload di Instagram dan status WhatsApp-ku. Kesal banget aku lihat si Mimi pamer jalan-jalan melulu."
"Memangnya aku enggak bisa? Jadi, aku minta, ya, foto dan video kamu pas ke Korea,” ucap Bunga (27), pada Dewi (29) yang baru pulang dinas dari Korea Selatan.
Percaya, tidak, itu adalah percakapan yang hari-hari ini, biasa terjadi. Atau Anda pernah melakukannya? Hati-hati, itu adalah bibit perilaku flexing.
Pasalnya, tak dimungkiri, media sosial kini menjadi “ladang basah” untuk menyajikan konten flexing alias pamer, terutama flexing kekayaan, keromantisan, dan kesuksesan.
Flexing berasal dari kata flex, menurut dictionary.com, adalah istilah slang yang berarti pamer, entah fisik, barang kepemilikan, atau hal-hal lain yang dianggap lebih unggul dari orang lain.
Pelaku flexing mendapat panggung besar saat membagikan kemewahan, kemegahan, atau gaya hidup glamor di media sosial karena bisa menjangkau lebih banyak orang.
Tak heran, mengutip data yang disajikan datareportal.com, ada 191,4 juta pengguna media sosial di Indonesia, pada Januari 2022.
Enggak cuma itu, ada pula akun-akun yang menyediakan jasa sewa iPhone berbagai tipe, dengan harga Rp40.000-Rp400.000 per hari, karena melihat permintaan pasar orang-orang yang ingin pamer.
Bahkan yang lebih merakyat, ada pula yang menyewakan jasa screenshot dari iPhone, untuk diunggah ke media sosial seharga Rp2.500 saja. Cukup mencengangkan, ya!
Baca Juga: Iqbaal Ramadhan Ternyata Suka Pakai Baju Bekas, Bukan untuk Berhemat
Terbaru, laman TikTok sempat dihebohkan dengan konten wawancara penghasilan pebisnis asuransi yang katanya bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah per bulan.
Fantastis bukan? Sayangnya, masyarakat yang menelan mentah-mentah konten tersebut sering kali malah terjebak penipuan.
Penulis | : | Siti Sarah Nurhayati |
Editor | : | Alsabrina |
KOMENTAR