NOVA.id - Inna Kardha, seorang ibu muda yang berdomisili di Jakarta, bercerita bahwa putranya pada 2017 lalu—saat berusia sembilan bulan—pernah terjangkit pneumonia.
“Karena dia ada alergi rinitisnya, pertama kali diopname itu berturut-turut selalu batuk dan pilek, demam, dan ada sesek-sesek—mungkin karena ada turunan asma dari saya. Jadi diopname lagi dan lagi. Dulu belum ada virus corona. Jadi, dia terkena pneumonia, divonis terkena radang paru-paru, tapi virusnya unspecified— belum ada namanya,” cerita Inna pada NOVA.
Pedih tentu hati Inna saat melihat sang buah hati kesayangannya melawan sakit pneumonia yang kerap dipandang sebagai pembunuh yang terabaikan.
Sejatinya, pneumonia adalah infeksi atau peradangan akut pada jaringan paru dan bisa menyerang siapa saja.
Infeksi pneumonia umumnya disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, seperti bakteri, virus, parasit, jamur, paparan terhadap bahan kimia, bisa juga akibat kerusakan fisik.
Pada kondisi ini, infeksi menyebabkan peradangan pada kantong-kantong udara (alveoli) di salah satu atau kedua paru-paru.
Akibatnya, alveoli dipenuhi cairan sehingga membuat penderitanya sulit bernapas.
Pengobatan pneumonia sendiri bisa memakan waktu mingguan hingga bertahun-tahun tergantung penyebabnya.
Kalau sudah begitu, bukan hanya kesehatan fisik yang terancam, tapi mental dan keuangan juga di ambang bahaya.
Baca Juga: 12 November Hari Pneumonia Sedunia, Radang Paru yang Serang Semua Usia
Berdasarkan data, WHO memperkirakan ada sekitar 1,2 juta kematian setiap tahun yang disebabkan oleh pneumonia.
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Alsabrina |
KOMENTAR