NOVA.id - Siapa, sih, di dunia ini yang suka dibohongi? Tentu tidak ada. Rasanya kita lebih senang bila orang berkata jujur kepada kita meskipun terkadang pahit.
Tapi, tanpa disadari, banyak di antara kita sebagai orang tua sering melakukan kebohongan kepada anak.
Berdalih demi kebaikan karena tak mau repot menghadapi rengekan anak-anak.
Misal, saat anak pengin jajan es krim, alih-alih mejelaskan kalau si kecil belum bisa makan es krim karena sedang batuk tapi memilih berbohong, “Tokonya tutup,” atau “Kata pemilik warungnya, es krimnya sudah habis.”
Atau saat akan meninggalkan anak di sekolah, kita kadang berkata, “Iya, Mama tunggu di depan kelas, ayo Kakak masuk.”
Baca Juga: Dampak Bencana Trauma Anak Bisa Sampai Dewasa, Bagaimana Mengatasinya?
Padahal kenyataannya kita pergi diam-diam saat perhatian anak tertuju pada hal lain.
Kita lupa, meskipun anak-anak, mereka juga manusia yang punya hati dan perasaan. Anak juga bisa berpikir, sehingga cepat atau lambat mereka tahu jika orang tuanya berbohong.
Padahal secara psikologis, dalam pengasuhan, kejujuran ini hal yang fundamental untuk membentuk karakter anak di masa depan.
“Mau bagaimanapun, dalam kondisi apa pun, sebetulnya kejujuran adalah yang paling diutamakan. Karena itu akan membentuk sikap, kebiasaan, nilai-nilai, dan karakter anak,” kata Stephani Raihana Hamdan, S.Psi, M.Psi, Psikolog, psikolog dari Universitas Islam Bandung (UNISBA) kepada NOVA.
Baca Juga: Bermesraan dengan Pasangan di Depan Anak, Boleh Enggak, sih?
Membentuk Monster
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Penulis | : | Dinni Kamilani |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR