NOVA.id - Belakangan ini kita banyak menemukan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Seperti belum lama ini kekerasan terjadi pada penyanyi Lesti Kejora dan terbaru pada Venna Melinda.
Apapun bentuk KDRT-nya, kekerasan dalam rumah tangga bisa menyebabkan trauma bagi korban. Lantas, bagaimana cara menyembuhkan trauma KDRT?
Dilansir dari HealthShots, berikut ini beberapa cara menyembuhkan trauma KDRT.
1. Sadari bahwa ada yang salah
Langkah pertama dan terpenting adalah menyadari bahwa Sahabat NOVA sedang berada di hubungan yang kasar.
Kekerasan dalam rumah tangga tidak selalu melibatkan penyerangan fisik.
Sehingga, sebagian besar orang yang mengalami KDRT tidak dapat mengenali pola relasional seperti itu.
2. Bicaralah dan cintai diri sendiri
Kita yang mengalami trauma karena KDRT biasanya memiliki perasaan insecure dan kesulitan dalam menjalin hubungan.
Untuk lepas dari perasaan itu, penting bagi kita untuk mencintai diri sendiri.
Baca Juga: Orangtua Alami KDRT, Ternyata Ini Dampaknya kepada Anak Menurut Psikolog
Selain itu, cobalah untuk mulai berinteraksi dengan lingkungan atau orang terdekat.
Pasalnya, dengan berbagi pemikiran dengan seseorang yang dipercaya, bisa sedikit demi sedikit mengatasi trauma yang dirasakan.
3. Temui terapis
Berkonsultasi dengan terapis atau konselor untuk mengatasi gangguan stres pasca-trauma adalah hal yang sangat penting.
Terapis akan membantu kita untuk bisa mengekspresikan emosi sehingga kita bisa memproses trauma.
4. Mulailah mendefinisikan ulang diri sendiri
Menyadari bahwa kita mengalami kekerasan tentu membutuhkan waktu yang tak singkat.
Kita harus mulai mendefinisikan ulang diri kita sendiri, menciptakan rasa baru tentang diri sendiri dan membuat masa depan yang baru.
Baca Juga: Menurut Psikolog, Ini Cara Mengatasi Trauma KDRT kepada Anak
Penyembuhan bukanlah proses semalam, proses mengelola trauma akibat KDRT perlu dilakukan secara konsisten.
Ini mungkin berdampak panjang, tetapi tingkat keparahannya dapat dikurangi dengan mendapatkan bantuan dari orang yang kita percaya dan profesional kesehatan mental.(*)
KOMENTAR