Ide itu pun menyebabkan perdebatan yang cukup sengit di kalangan peserta Muktamar.
Lalu, pada Muktamar NU ke-14 di Magelang, Djuaesih mendapat tugas memimpin rapat khusus perempuan oleh RH Muchtar yang dihadiri perwakilan dari daerah-daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Pada saat itu, forum menghasilkan rumusan pentingnya peranan perempuan NU dalam organisasi NU, masyarakat, pendidikan, dan dakwah.
Kemudian, akhirnya kabar baik pun muncul.
Pada 29 Maret 1946, keinginan jamaah perempuan NU untuk berorganisasi diterima oleh para utusan Muktamar NU ke-16 di Purwokerto.
Hasilnya, dibentuklah lembaga organik bidang perempuan dengan nama Nahdlatoel Oelama Moeslimat (NOM) yang kini dikenal dengan Muslimat NU.
Pada saat Muktamar NU ke-19 di Palembang pada tahun 1952, muktamirin sepakat memberikan keleluasaan bagi Muslimat NU.
Sehingga, Muslimat NU dapat mengatur rumah tangganya sendiri dan memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya di medan pengabdian.
Peran Muslimat NU
Menjadi badan otonom NU, Muslimat lebih bebas bergerak dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan cita-cita nasional secara mandiri.
Adapun, visi dari Muslimat NU adalah untuk mewujudkan masyarakat sejahtera berkualitas, dijiwai ajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diridhoi Allah SWT.
Misinya adalah :
Baca Juga: Pemilu 2024 Sebentar Lagi, Simak Obrolan Lengkap Bersama Komisioner KPU Ini
Selain itu, Muslimat NU juga memiliki beberapa layanan, seperti layanan sosial dan kesehatan, pendidikan, koperasi, keterampilan, dan bimbingan haji.
Sumber: muslimatnu.or.id
KOMENTAR