Bahkan, sekarang hanya tersisa 13 karena tiga pengrajin lainnya sudah pensiun karena usia dan masalah kesehatan pada mata.
"Dari tahun 2007 itu saya mencoba membuat. Saya dari awal ingin membuatnya itu tenunan. Mengangkat memang tenun. Kala itu yang daftar hampir 200 pengrajin tapi yang bertahan 16. Paling muda usia 40 tahun, dan saya juga memikirkan untuk bisa regenerasi," ungkapnya.
Menariknya, saat ini sudah ada dua lokasi toko penjualan kain pinawetengan, yaitu di Mall of Indonesia dan Humble House Jakarta.
Beda dengan Kain Nusantara Lain
Mungkin Sahabat NOVA juga penasaran, apa bedanya kain pinawetengan ini dengan kain Nusantara lainnya.
Ternyata jawabannya terletak pada coraknya yang khas.
"Mungkin bisa dibilang berbeda karena coraknya masih dan hanya ada di Minahasa. Masih ada di batunya, Watu Pinawetengan. Sehingga cuma ada di Minahasa, jadi jelas beda dari kain yg lainnya," ungkap Rita.
Saat ini kain pinawetengan ada yang berupa kain tenun, songket, hingga print juga.
Soal motif, ada 4 motif kain pinawetengan yang paling diminati.
Pertama, ada motif pinawetengan yang merupakan cikal bakal sembilat etnis Minahasa.
Kedua, motif 'tembega' yang merupakan perhiasan nenek moyang Minahasa yang memiliki bentuk mirip dengan burung garuda.
Baca Juga: Festival Aku Dan Kain, Persembahan Cinta Oscar Lawalata Pada Wastra Nusantara
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Maria Ermilinda Hayon |
KOMENTAR