NOVA.ID - Mungkin Sahabat NOVA sudah tak asing dengan batik atau tenun ikat, tapi sudahkah mengenal kain pinawetengan?
Kain pinawetengan sejatinya adalah salah satu kain Nusantara, tepatnya wastra Minahasa yang sarat budaya.
Tak hanya kental dengan budaya, kain pinawetengan ini juga memesona dengan tampilan coraknya yang unik dan berbeda dari kain Nusantara lainnya.
Keindahan kain pinawetengan ini pun turut diapresiasi jadi salah satu kain yang diperkenalkan dalam program acara Kartini Fitri: Raya Wastra Nusantara, yang diselenggarakan Kompas Gramedia bersama Stylo Indonesia, Grid.id, dan Sekar Media di Bentara Budaya Jakarta, mulai tanggal 12-15 April 2023.
Puncaknya pada Jumat, 14 April 2023, ada talk show dan juga trunk fashion show yang digelar untuk memperkenalkan kain pinawetengan pada pengunjung yang datang.
Dalam trunk fashion show, ada 16 model yang akan tampil menggunakan kain Pinawetengan dan desain baju dari wastra Minahasa ini.
Dalam acara itu, Iyarita Wiryawati Mawardi, Pimpinan Pengrajin Kain Pinawetengan menjelaskan lebih lanjut mengenai sejarah dan pembuatan kain pinawetengan pada NOVA.
"Jadi pada awal tahun 2004, pertama kali saya diajak ke Manado dan diberi tahu bahwa ada satu situs namanya Watu Pinawetengan di desa Pinabetengan. Watu Pinawetengan merupakan situs demokrasi di mana nenek moyang dari orang-orang Minahasa berembuk jika ada pertentangan atau ketidaksepahaman," kata Rita, sapaan akrabnya.
"Saat lihat, awalnya iseng mulut saya, kayaknya ini bagus kalau jadi kain corak-coraknya. Maka jadilah," lanjut Rita.
Dari sana, Rita pertama kali mengadakan pelatihan tenun pada tahun 2007, sudah hampir 16 tahun yang lalu.
Saat itu pengrajin yang mendaftar untuk ikut serta sebanyak 200 orang, namun sayangnya yang bertahan hanya 16 orang.
Baca Juga: Tiga Rumah Mode Kenamaan Indonesia Pamer Busana Tenun Versi Kekinian di Pagelaran Antologi
Bahkan, sekarang hanya tersisa 13 karena tiga pengrajin lainnya sudah pensiun karena usia dan masalah kesehatan pada mata.
"Dari tahun 2007 itu saya mencoba membuat. Saya dari awal ingin membuatnya itu tenunan. Mengangkat memang tenun. Kala itu yang daftar hampir 200 pengrajin tapi yang bertahan 16. Paling muda usia 40 tahun, dan saya juga memikirkan untuk bisa regenerasi," ungkapnya.
Menariknya, saat ini sudah ada dua lokasi toko penjualan kain pinawetengan, yaitu di Mall of Indonesia dan Humble House Jakarta.
Beda dengan Kain Nusantara Lain
Mungkin Sahabat NOVA juga penasaran, apa bedanya kain pinawetengan ini dengan kain Nusantara lainnya.
Ternyata jawabannya terletak pada coraknya yang khas.
"Mungkin bisa dibilang berbeda karena coraknya masih dan hanya ada di Minahasa. Masih ada di batunya, Watu Pinawetengan. Sehingga cuma ada di Minahasa, jadi jelas beda dari kain yg lainnya," ungkap Rita.
Saat ini kain pinawetengan ada yang berupa kain tenun, songket, hingga print juga.
Soal motif, ada 4 motif kain pinawetengan yang paling diminati.
Pertama, ada motif pinawetengan yang merupakan cikal bakal sembilat etnis Minahasa.
Kedua, motif 'tembega' yang merupakan perhiasan nenek moyang Minahasa yang memiliki bentuk mirip dengan burung garuda.
Baca Juga: Festival Aku Dan Kain, Persembahan Cinta Oscar Lawalata Pada Wastra Nusantara
Ketiga, motif 'sualang' yang merupakan perhiasan Minahasa yang memiliki bentuk mirip bulan sabit.
Keempat, motif 'patola' yang memiliki tekstur dan tampilan warna seperti sisik ular.
Cara Pembuatan Kain Pinawetengan
Menariknya, cara pembuatan kain pinawetengan masih menggunakan tangan.
Sehingga tingkat kesulitannya beda-beda.
"Kain tenun dan songket pemasangan benangnya itu bisa 2 minggu. Baru ditenun. Kalau dia enggak berhenti menganyam bisa dapat 1,5 meter. Kalau berhenti kurang dari 1.5 meter. Kalau dikebut bisa 3-4 hari (jadi satu kain)," ungkap Rita.
Tentunya, karena pembuatannya yang sulit dan masih asli, maka akan memengaruhi harga kain pinawetengan juga.
Kata Rita, hitungannya bisa berbeda-beda.
"Ada tenun ini Rp1 juta per meter. Kalau songket yang ada lebih banyak benang sutera itu lebih mahal, dia Rp4 juta per 2,25 meter. Kalau yang sudah jadi baju itu range-nya di antara Rp200.000 sampai Rp4 juta. Sementara kalau yang produk kain print itu Rp45.000 karena pakai mesin," jelas Rita pada NOVA.
Nah, Sahabat NOVA penasaran ingin pakai kain pinawetengan, enggak nih? (*)
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Maria Ermilinda Hayon |
KOMENTAR