NOVA.ID - Berbeda dengan zaman pacaran, layaknya mengupas lapisan bawang merah selapis demi selapis, setelah menikah sikap kita dan pasangan juga akan mulai terkuak sedikit demi sedikit.
Yang sering terjadi, pasangan sulit untuk berbaur dengan keluarga besar kita, khususnya saat Lebaran tiba.
Hal ini biasnaya tidak ditunjukkan saat masa pacaran, karena saat itu ia harus mengambil hati orangtua dan keluarga besar kita agar bisa mendapatkan restu.
Menurut psikolog klinis Dini Yulia Kurniati, M.Psi., Psikolog, berbaur dalam ilmu psikologi disebut juga dengan penyesuaian diri.
Nah, ketika ada individu yang kesulitan melakukannya bisa jadi dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari adanya perasaan tidak percaya diri, memiliki trauma pengalaman buruk di masa lalu, hingga perbedaan nilai yang ada di keluarga.
Misalnya keluarga kita hangat, selalu berkumpul, sedangkan keluarganya lebih kaku atau formal, dan jarang ada kehangatan di dalamnya.
“Banyak faktor, tapi yang paling menentukan adalah faktor personal dari individu itu sendiri. Biasanya berkaitan dengan kepercayaan diri, kekhawatiran untuk ditolak, dinilai buruk—karena setiap individu pasti tidak mau dinilai buruk,” kata Dini kepada NOVA.
Tentu saja kita enggak mau, dong, hal tersebut berlarut-larut.
Selain sama-sama menderita, jangan sampai masalah ini jadi sumber konflik dalam hubungan kita dan pasangan setiap tahunnya.
Jadi kita harus bagaimana, dong?
Nah, berkut ini hal yang dapat kita lakukan ketika menghadapi pasangan sulit berbaur dengan keluarga besar.
Baca Juga: Kisah Alpha Woman Temukan Jodoh di Tinder, Berawal dari Cari Teman Ngobrol
1.Utamakan empati dan jangan memaksa
Saat mengajak pasangan kita untuk bisa lebih dekat dengan keluarga kita, hindari menggunakan kalimat keharusan misalnya, “Kita udah lama enggak berkunjung ke rumah Mama, liburan besok harus ke sana, ya.”
Dengan begitu, seakan-akan kita tidak berempati pada pasangan kita bahwa dia memiliki masalah di mana dia merasa kesulitan untuk bergaul dengan keluarga kita.
Kita dapat menggantinya dengan kalimat pertanyaan setiap kali akan mengajaknya. Seperti, “Minggu depan ketemu Mama, yuk. Tapi kamu nyamannya kayak gimana? Kamu maunya kayak gimana atau mau ketemu di luar?”
Sehingga jawaban yang diberikan adalah bentuk adaptasi pasangan terhadap kondisi yang dihadapinya.
“Dengan begitu, jawaban yang diberikan adalah hasil ia menilai dan mengukur kekurangan dan kelebihan dirinya untuk masuk di lingkungan yang menurutnya masih sulit untuk dia bisa beradaptasi itu,” jelas Dini.
2.Cari tahu bagaimana pandangan dia kepada keluarga kita
Lakukan identifikasi apa yang dia rasakan, pikirkan, hingga alasan mengapa sulit bagi pasangan untuk bisa berbaur bahkan bertemu keluarga kita.
Misalnya, ternyata pasangan masih punya pangalaman tidak menyenangkan dengan ibu mertua karena pernah dipermalukan, maka di situ kita tahu ada yang belum beres dengan masalah di masa lalu.
Jika tidak dibereskan, sampai kapan pun akan membuat pasangan sulit beradaptasi dengan keluarga kita.
Kata Dini, “Selesaikan dulu hal-hal yang membuat tidak nyaman ketika dia harus berbaur atau beradaptasi, karena pasti ada penyebabnya.”
3.Temani dan bantu pasangan
Sebelum akhirnya nanti pasangan bisa berbaur dengan baik, untuk sementara waktu kita dapat mendampingi pasangan, sambil memberinya tips-tips sederhana terkait hal- hal apa saja yang bisa ia lakukan.
Misalnya dengan memberi tahu pasangan mengenai hobi, kesukaan, atau hal-hal dan ritual apa saja yang biasa dilakukan keluarga besar kita.
Tujuannya sebagai referensi bagi pasangan untuk membangun komunikasi dengan keluarga kita.
Dan yang penting, jangan dulu marah- marah atau ngambek, ya ketika pasangan sulit berbaur dengan keluarga besar, khususnya saat Lebaran nanti. (*)
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Maria Ermilinda Hayon |
KOMENTAR