Nova.id - Festival Lestari 5 yang diselenggarakan oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, ditutup dengan pertunjukan tarian raego. Tarian kuno ini hanya dapat ditemukan di daerah berbukit Lindu, Desa Kulawi dan Pipikoro.
Para penari raego terdiri dari sekelompok laki-laki dan perempuan yang mengenakan pakaian adat khas Lindu. Para perempuan memakai rok bersusun yang disebut haili, dengan atasan berbahan satin yang berkilauan. Mereka juga menggunakan hiasan kepala dari manik-manik. Sementara itu, para laki-laki memakai pakaian adat dan ikat kepala bernama siga.
Dalam pertunjukan tari raego, mereka membentuk lingkaran dan menari bersama. Gerakan-gerakan tari mereka disinkronkan dengan sempurna, sambil mengucapkan kata-kata puitis dalam bahasa kuno, Uma. Tarian ini tidak disertai dengan musik, melainkan hanya nyanyian para penari yang terdengar harmonis dan menggetarkan.
Raego adalah ungkapan rasa terima kasih kepada Yang Maha Esa atas kekayaan alam. Lingkaran yang dibentuk oleh para penari melambangkan rasa kebersamaan dan semangat gotong royong untuk menjaga lingkungan hidup. Inilah filosofi dan semangat yang menjadi inspirasi Festival Lestari 5, yaitu menghargai alam dan mendorong kolaborasi dalam menjaga kelestariannya.
Baca Juga: UMKM Naik Level Lewat Business and Partnership Matching di Festival Lestari
Sepanjang Festival Lestari 5 berlangsung, tepatnya pada 22-25 Juni 2023, sejumlah kerja sama, nota kesepahaman, deklarasi bersama, upaya kemitraan, hingga sumbang aspirasi untuk mendorong pembangunan lestari di Kabupaten Sigi dan wilayah Sulawesi Tengah terjadi.
Anggota masyarakat, baik masyarakat adat, generasi tua, maupun generasi muda, Pemerintah Pusat yang diwakili Kementerian Investasi/BKPM, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, Pemerintah Kabupaten Sigi, pelaku usaha, hingga investor dan mitra-mitra LTKL mencari solusi untuk mempercepat penerapan konsep pembangunan lestari.
Bupati Sigi, Mohamad Irwan Lapatta dalam laporannya menyebutkan, selama pelaksanaan festival, tak kurang dari 15 rangkaian acara berhasil digelar.
Acara mulai dari Forum Bisnis dan Inovasi Berbasis Alam, Telusur Komoditas, Kuliner, dan Wisata Lestari, Community Talks, Partnership dan Business Matching untuk para UMKM, Townhall Muda, hingga workshop dan diskusi-diskusi skala kecil. Adapun total peserta mencapai 700 orang.
Pada kegiatan telusur komoditas, peserta dibawa langsung ke daerah-daerah penghasil seperti kakao, kopi, asiri, dan bambu sebagai proses untuk mendapatkan inspirasi dari budaya dan alam sehingga kemitraan dapat dikonkretkan dengan pelaku budidaya.
Festival untuk semuai itu juga disebutkan melibatkan sedikitnya 150 anak dan lebih dari 500 orang dari kalangan muda, termasuk kerja sama dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama dan sejumlah komunitas masyarakat.
Ia mengatakan, terjadi sebuah upaya gotong royong yang nyata untuk mendorong pertumbuhan yang tetap tidak melupakan rahmat dari alam. Capaian kemitraan yang terjadi antara calon mitra dan investor dengan para pelaku usaha mikro, kecil, dan mengengah (UMKM) berbasis komoditas lestari bernilai 22,7 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp 350 miliar.
Penulis | : | Fathia Yasmine |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR