NOVA.ID – Belakangan ini warganet dibikin geger usai video seorang ibu buang anak di stasiun viral.
Diduga sang ibu melempar anaknya ke rel kereta api, kejadian ini terjadi di Stasiun Pasar Minggu.
Parahnya lagi, petugas keamanan kereta api menuturkan jika ibu tersebut tidak hendak melempar sang bayi.
Tapi, ibu tersebut ingin melompat ke rel untuk percobaan bunuh diri.
Banyak warganet yang marah hingga bersimpati.
Banyak yang menduga jika sang mengalami depresi lantaran terus memberontak saat diselamatkan petugas.
Sedangkan bayi ibu tersebut digendong petugas lainnya dan terlihat terus menangis.
Berkaca dari kasus ibu buang anak di stasiun ini, banyak dari warganet yang menduga sang ibu terkena baby blues, meski belum ada diagnosa atau kepastian soal kondisi sang ibu lebih lanjut.
Memang, apa itu baby blues? Lalu, apa saja, sih, penyebab baby blues?
Tidak Lebih dari 2 Minggu
Menurut Saskhya Aulia Prima, M.Psi., Psikolog dan Co-Founder TigaGenerasi, baby blues adalah situasi dan kondisi emosional ibu setelah melahirkan yang ditandai dengan ketidakstabilan emosi ibu, tapi masih bisa untuk dikendalikan.
Baca Juga: Jangan Cuma Perhatikan Bayi, Suami Lakukan Ini Setelah Istri Melahirkan Hindari Baby Blues
“Mungkin tampilannya bisa berbeda di tiap ibu, tapi gejala atau tandanya mirip. Misalnya cemas, mood-nya enggak enak, gampang nangis, dan sensitif banget sama sesuatu. Tapi output-nya beda- beda. Mungkin aku sensitifnya dalam hal menyusui, ada yang lebih dramatis di bagian pembiasaan tidur,” jelas Saskhya saat diwawancara NOVA dan pernah terbit pada Tabloid NOVA Edisi 1764.
Saskhya melanjutkan bahwa baby blues sebenarnya adalah fase yang wajar untuk dialami ibu.
Bahkan, berdasarkan data secara global ada sekitar 70-80 persen ibu yang mengalami baby blues.
Hanya saja mungkin intensitasnya yang berbeda-beda.
“Bisa kita katakan baby blues situasi yang wajar. Tapi, menjadi tidak wajarnya itu ketika kondisinya mungkin ternyata bukan baby blues,” ungkap Saskhya.
Yap, ada beberapa kondisi yang memberikan gejala mirip seperti baby blues, tapi ternyata adalah masalah psikologis yang lain.
Makanya, kita harus cermat membedakan.
Saskhya menuturkan bahwa baby blues biasanya muncul beberapa hari setelah melahirkan hingga berlangsung sekitar dua minggu.
Emosi yang muncul pun masih dalam kondisi yang bisa dikendalikan, jika tidak kunjung membaik setelah dua minggu, bisa dikonsultasikan, mungkin ada masalah lain yang perlu dikonsultasikan.
“Jadi, kadang sedihnya masih berkepanjangan, nih. Berbulan-bulan, enggak berubah situasinya. Kadang jadi ada perasaan negatif pengin menyakiti anak, menyakiti orang sekitar, atau jadi susah bonding dengan anak. Itu bisa jadi bukan baby blues,” tegas psikolog dengan akun @saskhya ini.
Lantas apa saja penyebab baby blues?
Baca Juga: Berkaca Kasus Ibu Buang Bayi ke Rel Kereta di Pasar Minggu, Simak 5 Ciri Menonjol Baby Blues
Penyebab Baby Blues
Soal penyebab baby blues, emosi-emosi yang muncul saat baby blues bisa dipicu oleh banyak faktor.
Baik faktor internal karena adanya perubahan hormon, bisa juga faktor eksternal.
Seperti keharusan menjalani transisi menjadi ibu, mulai dari belajar proses menyusui, menerima kondisi tubuh setelah melahirkan, hingga harus bergadang dan kurang tidur karena anak sering bangun tengah malam.
Selain itu, banyaknya ibu yang akrab dengan penggunaan media sosial di masa kini, nyatanya membuat media sosial menjadi faktor eksternal yang bisa memicu baby blues juga, lho.
“Kalau pengaruhnya, belum tentu media sosial menyebabkan baby blues. Tapi, bisa berhubungan jadi salah satu faktor yang bisa menambah blues-nya atau peluang buat jadi blues,” ungkap Saskhya.
Bukan apa-apa, menurut Saskya konten yang ada di media sosial bisa saja memicu kecemasan, kecemburuan, dan kekhawatiran bagi ibu.
Contohnya, nih, sehabis melahirkan ASI kita keluarnya sedikit, lalu buka Instagram melihat ibu lain mengunggah cerita soal ASI- nya yang berlimpah.
Atau melihat antengnya bayi teman kita saat malam, sedangkan si kecil kita seringnya rewel. Nah, hal-hal itu bisa saja jadi pemicu stres dan memicu baby blues.
“Bagaimana persepsi kita sebagai pengguna itulah yang paling penting. Masalahnya, kan, kalau ibu-ibu yang baru dalam transisi atau lagi dalam baby blues itu emosinya masih naik turun banget. Emosinya lagi tajam, dan otak bagian logika itu enggak bisa jalan bareng. Harus dipilih salah satu. Jadi, bisa saja ibu panik dan semuanya (konten, red.) dikonsumsi. Ibu jadi iri, jadi kepikiran,” jelas Saskhya.
Ya, mungkin saja sebenarnya kita orang yang logis, tapi karena dikuasai emosi yang kurang menyamankan diri setelah melahirkan, maka baby blues bisa kejadian.
Jadi, media sosial memang bisa berkontribusi, meski bukan satu-satunya faktor, ya.
Lantas, apakah baby blues bisa dicegah?
Tidak bisa dicegah, tapi bisa diantisipasi.
Tentu dengan melakukan beberapa langkah cerdik agar kita lebih siap saat baby blues menghampiri.
Nah, itulah beberapa penyebab baby blues yang bisa kita pahami berkaca dari kasau ibu buang anak di stasiun yang viral. (*)
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Maria Ermilinda Hayon |
KOMENTAR