“Keluarga dan pemerhati pasien sudah seyogyanya bertanya, serta mendapatkan informasi yang jelas dan edukasi tentang alasan, jenis, dosis, lama penggunaan, manfaat, dan risiko terkait penggunaan antibiotik di ICU,” jelas Butet.
2.Lanjutkan dengan Googling
Setelah bertemu dokter, tak ada salahnya mencari informasi tambahan di internet mengenai proses pengobatan yang telah dijelaskan.
Hal ini akan memperkaya kita, dan kita sebagai pendamping pasien pun bisa lebih jelas tahu apa yang akan dilakukan oleh tenaga medis.
Selama hal itu kemudian bisa kita pastikan lagi kebenarannya dengan dokter yang menjadi penanggungjawab keluarga kita di ICU.
3.Lakukan Secara Berkala
Komunikasi yang baik dan efektif dengan dokter adalah komunikasi dua arah yang dilakukan secara berkala.
Dengan begitu, kita meminimalkan miskomunikasi dan risiko bahaya pada pasien.
Dalam kesempatan yang sama, dr. Vannesi T. Silalahi, Sp.An, MSc, KIC, dokter spesialis anestesi konsultan perawatan intensif menyatakan beberapa poin penting untuk membangun komunikasi dua arah agar meningkatkan pemahaman pihak pasien dan mendorong diskusi lanjutan yang lebih baik mengenai rekomendasi medis dan tenaga kesehatan.
Lebih lanjut dr. Vannesi menjelaskan, terdapat 4 pertanyaan yang dapat membuka diskusi dengan tenaga kesehatan dalam hal pemberian antibiotik yang lebih jitu.
Sehingga berujung pada meningkatnya kualitas perawatan yang diterima pasien dan menurunnya risiko AMR.
Mulai dari bagaimana penggunaan antibiotik saat ini? Bagaimana dengan hasil uji kultur (tes laoratorium)? hingga, Bagaimana perkembangan kondisi pasien?
Itulah 3 pertanyaan wajib yang disarakan oleh dr. Vannesi untuk ditanyakan pada dokter oleh pendamping pasien ICU untuk mencegah resistensi antimikroba.
Serta tiga tips bicara dengan dokter untuk cegah resistensi antimikroba pasien ICU, semoga membantu! (*)
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Maria Ermilinda Hayon |
KOMENTAR