NOVA.id - Bayi tabung sudah bukan metode baru lagi untuk masalah infertilitas atau ketidaksuburan.
Pasangan yang mengidamkan momongan namun memiliki peluang kecil untuk hamil secara alami bisa menggunakan metode bayi tabung.
Namun, metode ini kerap menyakitkan bagi calon ibu serta menguras biaya yang cukup besar.
Sebab, pemeriksaan hormon, pemeriksaan sel telur, hingga suntikan hormon kerap menyakitkan.
Apalagi risiko kesehatan lain seperti mual, muntah, hingga sindrom hiperstimulasi ovarium bisa terjadi saat proses bayi tabung.
Menurut dr. Muhammad Dwi Priangga, Sp.OG, Subsp. FER, Medical Director Kato Ojin Fertility Center, dalam proses metode In Vitro Fertilization (IVF) atau bayi tabung, ada beberapa ketidaknyamanan bahkan hingga berakibat kematian.
"FSH (follicle-stimulating hormone) diberikan dalam dosis berlebih, sehingga telur yang dihasilkan terangsang semuanya.
Biasanya menyebabkan nyeri hebat, mual, muntah, dan sindrom yang harus dipastikan," ungkapnya.
Menurutnya, ovarian hyperstimulation syndrome ini sangat berisiko pada pasien PCOS, pasien dengan berat badan kurang, dan terkadang tidak bisa diprediksi dengan metode konvensional.
"Hal ini bisa membahayakan nyawa hingga menyebabkan kematian.
OHSS pada bayi tabung bahkan masuk ICU, karena respon berlebih adanya penumpukan cairan di perut hingga paru-paru," imbuhnya.
Namun kini sudah ditemukan adanya metode Mini In Vitro Fertilization (IVF) atau Mild Stimulation.
Keunggulan metode ini termasuk tingkat keberhasilan kehamilan yang lebih tinggi, yaitu 60-70% lebih tinggi dibandingkan dengan angka rerata keberhasilan IVF di Indonesia yang berkisar 30-40% memaksimalkan kualitas sel telur dan embrio, yang dilihat bukan hanya jumlahnya, tetapi juga dari kualitasnya, penggunaan obat yang minimal selama stimulasi ovarium dan pengambilan sel telur, mengurangi risiko kesehatan dan ketidaknyamanan yang disebabkan sindrom hiperstimulasi ovarium, serta waktu tunggu antarsiklus lebih singkat dan biaya yang lebih ringan.
"Mild stimulation mengurangi ketidaknyamanan, karena hormon ditubuh yang berlebih menyebabkan mood swing," ujarnya. (*)
Penulis | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
Editor | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
KOMENTAR