Menurut Huda, e-commerce saat ini tengah naik sekali dan diikuti oleh layanan digital penunjangnya seperti distribusi, termasuk pembayaran melalui paylater.
Jadi, persaingan paylater mengerucut ke paylater yang ada di e-commerce. Misalnya seperti GoPaylater, ShopeePaylater dan sebagainya yang masih bisa bersaing.
“Potensi ke depannya pun masih sangat besar, mengingat kinerja e-commerce masih akan terus berkembang. Selain itu, orang juga masih terus berpindah dari belanja offline menjadi belanja online,” tutur Huda.
Selain itu, Huda melihat paylater ini sangat berkaitan erat dengan layanan lainnya, khususnya di e-commerce.
Proses pendaftarannya pun sangat mudah.
Bahkan orang yang tidak memiliki kartu kredit juga bisa menggunakan paylater.
“Untuk itu, saya rasa paylater sangat berkembang di layanan e-commerce, ataupun di pesan antar makanan/ride-hailing,” lanjutnya.
Di sisi lain, tentunya paylater juga membawa risiko tersendiri yang bisa dihadapi pengguna.
Huda menjelaskan, risiko yang paling sering dihadapi adalah gagal bayar dari paylater ini. Pasalnya, suku bunga di paylater ini termasuk besar karena ikutnya regulasi fintech P2P lending.
Apalagi, pendaftaran fitur paylater sangat mudah karena tidak perlu melihat berapa penghasilan per bulan dari pengguna.
Sehingga Huda memperkirakan hal ini bisa menimbulkan efek orang akan berbelanja dengan tidak terkontrol.
“Maka dari itu, masyarakat harus mewaspadai kemudahan berbelanja menggunakan paylater. Pasalnya, bisa menyebabkan kondisi utang yang besar, tetapi kemampuan bayar rendah,” tegas Huda.
Penulis | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
Editor | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
KOMENTAR