Selama masa tenang, pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk:
1.Tidak menggunakan hak pilihnya;
2.Memilih pasangan calon;
3.Memilih partai politik peserta pemilu tertentu;
4.Memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tertentu;
5.dan/atau Memilih calon anggota DPD tertentu.
Pihak yang melanggar ketentuan tersebut diancam dengan hukuman pidana penjara 4 tahun dan denda puluhan juta rupiah.
Inilah tugas kita bersama juga untuk menjaga demokrasi berjalan sesuai hukumnya.
“Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah),” demikian Pasal 523 UU Pemilu.
Aturan untuk media massa dan media sosial
Selain itu, dilansir dari Kompas.com, selama masa tenang, media massa cetak, media daring, media sosial, dan lembaga penyiaran dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu, atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu.
Aturan lainnya, selama masa tenang, lembaga survei dilarang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang pemilu.
Pelanggaran terhadap aturan ini terancam hukuman pidana penjara 1 tahun dan denda belasan juta rupiah.
“Setiap orang yang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang pemilu dalam masa tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 449 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah),” bunyi Pasal 509 UU Pemilu. (*)
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Maria Ermilinda Hayon |
KOMENTAR