Tabloidnova.com - Simbiosis mutualisme, mungkin adalah istilah yang tepat untuk mewakili kerja sama antara seorang desainer dengan pengrajin tenun. Pasalnya, wastra nusantara yang digunakan oleh desainer, baik itu batik, tenun, songket, maupun ulos, mayoritas adalah buah karya pengrajin tenun tradisional yang berasal dari berbagai pesolok daerah di Indonesia.
Ketika tenun NTT, Sumba, atau Jepara muncul di ranah kreasi mode dan digemari, banyak pihak hanya menyoroti sepak terjang sosok di balik model busananya saja. Padahal, pengrajin tenun punya andil besar bagi perancang busana maupun industri mode tanah air.
Tanpa bermaksud melupakan ada tangan kreatif dari seorang perancang, faktanya sebuah koleksi busana takkan bisa hadir di atas panggung runway tanpa adanya pengrajin tenun yang membuat sehelai kain tenun lengkap dengan proses kerumitan pembuatan di belakangnya.
Hal ini banyak tidak disadari oleh kita yang mungkin menyukai dan mengoleksi kain tenun sebagai busana keseharian. Menjawab perihal tersebut, Dinies HS, owner dari label House of Demplon yang baru saja merilis koleksi tenun berbagai daerah di Indonesia, bercerita seputar pendekatannya pada pengrajin tenun.
Diakui Dinies, tenun memang menjadi modal utama dari karya koleksi busananya sehingga ia pun sangat menghargai keberadaan serta hasil jerih payah mereka. Sikap ini ditunjukkannya dengan melakukan pendekatan secara intens dan menjelaskan semua maksud dan keperluan di balik pembelian tenun.
"Sebagai pengguna tenun, kami berusaha berbagi informasi yang ada di Ibukota kepada para pengrajin mulai dari desain apa yang akan dimunculkan agar mereka juga merasa bangga atas hasil modifikasi kami sampai bisa memikat konsumen," paparnya saat ditemui Tabloidnova.com selepas bincang-bincang 'Tenun : Bring to The Future' di Auditorium Galeri Indonesia Kaya, Jumat (22/1).
Tak melulu soal pembelian dan pemilihan bahan sesuai selera serta kebutuhan, Dinies pun menyatakan bahwa ia kerap berbagi pengetahuan seputar kombinasi warna, bahan, dan tekstur tenun yang laku atau diminati oleh pasar. Harapannya, kelak tenun karya pengrajin lokal Indonesia mampu bersaing secara global baik dari segi kualitas maupun keindahannya.
Langkah ini ditempuh demi menyambut gerbang AFTA (Asian Free Trade Asia), di mana semua perdagangan di ASEAN dapat bebas masuk ke Indonesia. Situasi ini sekaligus diharapkan membuka peluang bisnis usaha serta kian dikenalnya tenun secara luas.
Berbicara masalah pendekatan, Dinies mengaku prosesnya terbilang cukup mudah. Dimulai dari membeli tenun karya mereka dengan harga sesuai. Kemudian, dilanjutkan bertanya teknik yang mereka gunakan dan filosofi di balik motif serta membuka diri untuk menawarkan tenun mereka agar dibawa lebih jauh lagi.
"Mayoritas pengrajin tenun sangat tertarik dan berterima kasih atas yang desainer lakukan. Kesamaan harapan sebisa mungkin juga selaras dengan aksi membantu perekonomian dan menaikkan taraf kehidupan pengrajin," tutup Dinies.
Ridho Nugroho
Foto-foto: Agus Dwianto/NOVA
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR