Menurut Valensia Gowanda, M.Psi., lulusan magister psikologi klinis anak dan remaja Universitas Tarumanagara, urutan kelahiran anak memang memiliki efek terhadap kepribadian anak.
"Urutan kelahiran anak memengaruhi cara ia diperlakukan oleh orangtuanya. Sebagai contoh, ketika pertama kali memiliki anak, kecenderungan orangtua merasa bangga dan mengamati setiap perkembangan dan kebutuhan sang buah hati."
Dalam memahami kepribadian anak berdasarkan urutan lahir, sambung Valensia, penting diperhatikan bahwa urutan lahir bukan hanya berdasarkan urutan kelahiran anak. Tetapi juga peran urutan lahir yang diberikan orangtua untuk anak. Misalnya, anak laki-laki pertama meskipun urutan lahirnya anak kedua. Boleh jadi ia mendapatkan peran urutan lahir anak sulung sehingga memiliki karakteristik anak sulung.
Jarak usia antar anak juga perlu diperhatikan. "Bila jarak usia mencapai lima tahun, kepribadian anak dihitung ulang. Misalnya, anak pertama berusia 8 tahun dan anak kedua 2 tahun kemudian punya adik bayi lagi. Maka anak pertama biasanya memiliki karakteristik anak tunggal, sedangkan anak kedua cenderung memiliki karakteristik sulung."
Anak Sulung: Si Pemimpin
Anak sulung umumnya memiliki karakter sebagai sosok yang dapat diandalkan, terstruktur, rapi, cenderung serius, penuh kendali, mencapai prestasi dan berjiwa pemimpin. Sebagai anak sulung, ia merasakan beban "tanggung jawab" yang besar.
Di sisi lain, harapan orangtua pun begitu besar. Anak sulung biasanya lebih banyak mendapatkan perhatian dari orangtuanya dibandingkan saudara-saudaranya. Hal ini dikarenakan orangtua masih pertama kali menjalani peran sebagai ayah-ibu sehingga seluruh perhatian tercurahkan kepada anak sulung.
"Anak sulung cenderung menerima tanggung jawab yang paling besar. Ini membuat anak sulung cenderung lebih sedikit mengambil risiko dan teguh terhadap aturan baku yang telah ditetapkan orangtua. Alhasil, anak sulung cenderung kehilangan spontanitas dan mudah cemas."
Nah, untuk menghadapi karakter anak sulung, orangtua perlu memberi ia kesempatan menentukan jalannya sendiri. Pengharapan yang tinggi dari orangtua terhadap si sulung mengarahkan ia terhadap pengejaran karir atau prestasi bergengsi.
"Orangtua juga sebaiknya menyeimbangkan keinginan dengan minat anak. Dorong ia untuk mengambil risiko dan berpikir kreatif. Dukung juga anak sulung yang memiliki minat dan bakat di bidang literatur atau seni."
Anak Tengah: Si Fleksibel
Si anak tengah cenderung memiliki karakter mudah menyesuaikan diri, mementingkan persahabatan, pendamai, namun cenderung "memberontak" atau tampil beda.
"Orangtua cenderung luput terhadap perkembangan dan kebutuhan pribadi anak tengah. Orangtua biasanya lebih memerhatikan pencapaian anak sulung dan kebutuhan anak bungsu. Anak tengah juga sering dibandingkan dan menerima barang bekas kakaknya."
Hal ini bila sering dilakukan dapat membuat anak tengah merasa tidak diperlakukan dengan adil dan merasa kurang berharga dibandingkan anak sulung. Namun, anak tengah biasanya juga lebih diplomatis dan fleksibel karena mereka berusaha untuk berbeda dari kakak dan adiknya.
Perhatikan dan rayakan juga peristiwa pertama dan pencapaian anak tengah. Hal ini dapat mengembangkan kepercayaan diri anak tengah dan menyakinkan dirinya dicintai orangtuanya tanpa "bayang-bayang" kakaknya.
"Selain itu, dorong anak tengah untuk berbagi pendapat dan perasaannya. Sediakan waktu ekstra setiap hari, untuk menanyakan pemikiran dan aktivitasnya. Libatkan kakaknya untuk turut mendengarkan. Hal ini dapat menjadi sarana anak tengah untuk berekspresi dan mengembangkan identitas yang unik."
Anak Bungsu: Si Jenaka
Ketika memiliki anak bungsu, orangtua biasanya telah lebih percaya diri mengenai pengasuhan anak. Alhasil, orangtua tidak lagi terlalu memerhatikan detail perkembangan anak bungsu. "Akibatnya, anak bungsu cenderung tumbuh menjadi pribadi menyenangkan, jenaka, ceria, rileks, mudah bergaul, sederhana dan spontan."
Selain itu, orangtua juga lebih sedikit memberikan tugas atau tanggung jawab kepada anak bungsu dibandingkan dengan kakak-kakaknya. Bahkan anak bungsu biasanya sering dimaafkan oleh orangtua.
"Akibatnya, anak bungsu lebih besar kemungkinan melanggar peraturan, sekaligus bergantung pada orang lain. Sikap spontan dan jenaka anak bungsu juga dapat menjadi bumerang apabila ia bercanda di saat yang kurang tepat, seperti ketika ada yang sedang berduka. Orangtua tentu perlu mengingatkan."
Untuk menghadapi karakter anak bungsu ini, sambung Valensia, orangtua perlu membesarkan pengharapan padanya. Misalnya, motivasi anak bungsu mengenai pencapaian akademis dan cita-citanya, serta memberi tanggung jawab yang sama dengan kakaknya.
Beri anak bungsu kesempatan untuk mengajarkan sesuatu kepada anak yang lebih kecil. Aktivitas ini dapat mengembangkan tanggung jawab dan keterampilan baru untuk anak bungsu. "Tak kalah penting, perlakukan anak bungsu sesuai usianya. Hindari terus memperlakukan anak bungsu sebagai 'bayi' dalam keluarga."
Hilman Hilmansyah
KOMENTAR