Sebenarnya, perilaku anak balita yang membuat pusing terjadi seiring dengan tahap kemampuannya yang terus berkembang. Untuk itu, menurut May Yustika Sari, M.Psi, orangtua perlu mengetahui tahap perkembangan anak di usia ini dan mencari solusinya.
Apa saja perkembangan perilaku anak balita? Simak penuturan May ini.
1. Perkembangan Kognitif
Pada usia ini, menurut Piaget, kemampuan berpikir anak ada pada tahap praoperasional sehingga ia belajar melalui modeling/meniru perilaku yang ada di lingkungannya. Tapi anak belum mampu memahami makna perilaku tersebut benar atau salah, baik atau buruk, dan belum mampu memprediksi konsekuensi yang akan dialami karena perilaku tersebut.
"Cara berpikirnya masih egosentris, yaitu belum mampu memahami sudut pandang orang lain sehingga ia terkesan selalu ingin dimengerti dan dituruti. Perilaku ini membuat orangtua menilai anak keras kepala dan sulit diatur."
2. Perkembangan Emosi
Pada usia 2-3 tahun anak berada pada tahap perkembangan emosi, yaitu periode tantrum. Sebaiknya anak diajarkan mengenali jenis emosi yang dirasakannya, baik emosi positif (gembira, senang, bersemangat) maupun emosi negatif (sedih, kecewa, marah). Bantu pula anak agar perlahan dapat mengelola emosi dan mengekspresikan emosi secara tepat.
"Pada usia 4 tahun, sebaiknya perilaku anak balita berupa tantrum sudah berkurang intensitas dan frekuensinya seiring dengan berkembangnya keterampilan berbahasa untuk menyampaikan keinginan, serta berkembangnya kemampuan kognitif untuk memahami sudut pandang orang lain."
3. Perkembangan Motorik
Anak mulai belajar keterampilan motorik halus yang lebih sulit, seperti menggunting, menempel, melipat dan menjahit. Pada usia ini, anak juga dilatih untuk dapat menggunakan pakaian sendiri, termasuk mengancingkan baju atau resleting. Keterampilan motorik halus mengembangkan kemandirian dan kematangan emosi.
Keterampilan motorik kasar juga sudah meningkat seperti menangkap dan melempar bola yang berukuran kecil seperti bola tenis, berdiri dan melompat dengan satu kaki. "Penguasaan anak pada keterampilan motorik kasar dan halus ini akan meningkatkan harga diri. Orangtua sebaiknya hadir untuk memfasilitasinya agar mampu menguasai keterampilan-keterampilan itu, bukan membantu anak untuk melakukan pekerjaan tersebut."
4. Perkembangan Sosial
Erikson berpendapat, umur 3 tahun adalah periode pembentukan kontrol diri dan harga diri yang dilalui dengan proses interaksi anak dengan lingkungannya. Maka memberikan kesempatan buah hati untuk mengeksplorasi kemampuannya bersama teman sebaya akan meningkatkan harga diri dan kontrol dirinya.
Proses sosialisasi dengan lingkungan terdekat seperti bermain dengan anak tetangga sebaiknya dimulai menjelang usia 2 tahun dengan pendampingan orangtua atau pengasuh. Bagi ibu yang bekerja di rumah, sebaiknya juga membiasakan untuk berpisah atau meninggalkan anak dalam pengawasan kerabat dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian diharapkan perilaku anak balita pun terbentuk dengan baik, sehingga pada usia 3 tahun anak mulai terbiasa berani bermain dengan teman sebaya tanpa didampingi orangtua meskipun tetap dalam pengawasan.
Nah, keterampilan sosialisasi anak usia 3 tahun terdiri dari kemampuan memperkenalkan diri (nama, usia, nama orangtua), menyatakan pendapat pada teman sebaya, bertoleransi, berempati, mematuhi aturan dan bekerja sama. Kemampuan sosialisasi anak usia 4 tahun merupakan pematangan keterampilan sosialisasi usia sebelumnya sehingga anak dapat lebih mandiri dalam melakukannya. Misal, ia memiliki kesadaran untuk bergantian dengan teman saat menggunakan alat permainan tanpa diminta orangtua.
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR