Ibu Rieny yang baik,
Saya seorang janda tanpa anak. Atas keinginan orangtua, setelah bercerai, saya kembali tinggal bersama mereka. Mestinya saya merasa nyaman dan aman, ya, Bu, karena tinggal kembali bersama orangtua.
Ya, semula saya bayangkan Ayah dan Ibu bakal berperan banyak membantu saya bangkit dari keterpurukan akibat kegagalan perkawinan. Rasa sakit di dalam hati akibat perselingkuhan mantan suami benar-benar membuat saya serasa jatuh ke lubang gelap yang sangat dalam, menggapai-gapai tapi tak ada yang mengulurkan tangan.
Nyatanya, seisi rumah sibuk dengan urusannya masing-masing, bahkan akhir-akhir ini saya makin sedih, karena apa pun yang saya lakukan hanya membuat saya selalu disindir, ditertawakan, bahkan disalahkan dan dicela.
Di rumah orang tua, tinggal juga adik perempuan saya beserta suami dan ketiga anaknya. Mereka pun seolah-olah tidak menganggap saya sebagai orang yang lebih tua. Walaupun seringkali saya ikut membantu mengurus anak-anak mereka, mereka tidak pernah berterima kasih, bahkan terkadang malah berkata-kata kasar dan ketus kepada saya. Tak cuma membantu mengasuh anaknya, Bu, saya pun memasakkan makanan buat mereka.
Saya selalu sedih, menangis sendiri di kamar, Bu. Sering terlintas pikiran untuk bunuh diri, tapi saya sadar itu dosa besar. Kalaupun saya pergi dari rumah, saya pun bingung harus kemana kaki ini melangkah.
Saya betul-betul sedih, lara, bingung, dan gundah-gulana. Apa yang harus saya lakukan, Bu? Apakah saya bisa melupakan luka hati ini? Tolong berikan saya solusi, ya, Bu. Terima kasih.
Ny D - Jakarta
Ibu D Yth.,
Saya turut prihatin atas apa yang Anda rasakan. Membayangkan Anda merasa dikhianati, ditinggalkan, dan harus kembali ke rumah orangtua, pastilah jauh lebih sedih dari apa yang dialami oleh seorang Anang, ya. Karena ia pencipta lagu, dalam kesedihan ia bisa menuangkan perasaannya ke dalam bentuk lagu, menyanyikannya, jadi hits, dan ini berarti kesibukan, berinteraksi dengan banyak orang, tetap eksis alias tampil dengan identitas diri pribadi, dan setelah semua itu, uang pun datang.
Sesungguhnya, memang inilah tahapan yang dianjurkan untuk mereka yang (terpaksa) bercerai agar cepat bisa kembali berdiri tangguh menjalani kehidupan. Sayangnya, yang terjadi, utamanya pada perempuan, perceraian seakan meruntuhkan seluruh hidupnya, karena merenggut harga diri dan rasa percaya diri. Padahal, coba Bu D ingat-ingat, yang mengkhianati komitmen perkawinan kan, mantan suami Anda, dan bukan Anda? Jadi, mestinya Anda tidak kehilangan harga diri, karena Anda memang tak melakukan perbuatan tercela. Anda justru korban dari ketidaksetiaan.
Oleh: Dra. Rieny Hasan
KOMENTAR