Dari pelatihan dan penyuluhan tersebut perajin disadarkan pula tentang bahaya limbah batik bahan kimia bagi tubuh. Melalui pelatihan itu perajin memiliki keterampilan. Suja'i, yang juga perajin batik mengaku sudah lama meninggalkan pewarna kimia pada batiknya.
"Para perajin batik sering tidak menggunakan sarung tangan ketika melakukan proses pewarnaan, sementara warna yang mereka gunakan dari kimia. Jika itu terus menerus dilakukan kemungkinan terburuk akan terkena kanker kulit," jelasnya. Belum lagi limbah pewarna kimia mengakibatkan kerusakan ekosistem. Limbah batik yang dibuang secara sembarangan akan menyerap ke sumur-sumur penduduk dan mengancam kehidupan mereka nantinya.
Menurutnya, sudah sepatutnya batik Ciwaringin kembali ke asalnya. Pelestarian batik Ciwaringin bukan hanya pada motifnya tetapi juga pada proses pewarnaannya. Suja'i menegaskan batik Ciwaringin diharapkan bisa kembali berjaya seperti masa silam. Untuk itu dibutuhkan kerja sama semua pihak, baik perajin, pemerintahan daerah, dan masyarakat agar batik tulis Ciwaringin semakin populer.
Tidak hanya itu, Suja'i juga berharap batik tulis Ciwaringin bisa menjadi roda penggerak kehidupan masyarakat blok kebon Gedang. "Jadi, kaum ibu di sini tak perlu lagi menjadi TKI keluar negeri. Sebab menjadi perajin batik tulis Ciwaringin dapat dijadikan mata pencaharian yang layak."
Tren menjadi TKI di luar negeri kini bukan lagi pilihan mencari uang sebagian penduduk. "Sejak tahu batik tulis Ciwaringin punya nilai jual, mereka akhirnya memilih tinggal di kampung melanjutkan tradisi lelulur."
Maya Dewi Kurnia
KOMENTAR