Patut dicurigai si kecil alergi terhadap susu sapi. Namun bila selama ini aman-aman saja dan tiba-tiba mencret, berarti ia terkena infeksi.
Jika dalam keluarga ada yang mengidap alergi seperti asma atau eksim, berarti dalam diri si kecil sudah ada bakat untuk menjadi alergi. Soalnya, alergi disebabkan faktor keturunan. Adapun yang memicu munculnya reaksi alergi pada si kecil adalah protein hewani yang terkandung dalam susu sapi. "Pencernaannya sangat peka terhadap protein hewani ini, hingga ia pun mencret setelah meminumnya," terang dr. Aswitha Boediarso SpA(K), gastroentolog dari RSUP Cipto Mangunkusomom, Jakarta.
Namun kasus diare/mencret lantaran susu sapi, menurut Aswitha, tak terlalu banyak dibanding diare yang terkena infeksi. "Bila terinfeksi virus atau bakteri, mukosa usus halusnya jadi rusak, hingga mengakibatkan enzim laktase yang ada di usus jadi berkurang atau defisiensi laktase. Nah, kekurangan enzim laktase ini dapat menyebabkan gejala-gejala seperti kembung dan mencret setelah minum susu atau makan makanan yang mengandung susu." Jadi, susu yang biasanya dikonsumsi si kecil tak mengakibatkan mencret, tapi karena ia sedang terinfeksi, maka susu formula tersebut membuat diarenya lebih lama.
Biasanya infeksi terjadi karena higiene yang kurang baik, misal, akibat dot dan botol susu yang tak disetrilisasi. Ini kerap terjadi pada bayi-bayi muda." Selain itu, infeksi juga bisa terjadi pada bayi yang menyusu ASI. Namun bukan ASI, lo, pangkal penyebabnya, melainkan kebersihan payudara ibu yang tak terjaga. "Mungkin karena si ibu tak membersihkan puting sebelum dan sesudah menyusui dengan kapas atau karena malas mengganti pakaian dalamnya."
ASI PALING AMAN
Buat si kecil yang alergi susu sapi, solusinya gampang, kok. Berikan saja ASI karena ASI sama sekali takkan menimbulkan reaksi alergi. Pasalnya, terang Aswitha, ASI tak mengandung komponen protein yang memicu reaksi alergi.
Seperti diketahui, baik ASI maupun susu formula mengandung dua jenis protein yang dinamakan whey protein dan kasein. Namun pada ASI, whey proteinnya lebih banyak, yaitu sekitar 80:20 persen ketimbang kasein. Sebaliknya pada susu formula, yang lebih banyak justru kaseinnya, sekitar 80 persen, sedangkan whey proteinnya cuma 20 persen. Jumlah kasein yang tinggi inilah yang mengakibatkan susu formula hewani gampang menggumpal, hingga sulit dicerna dan diserap usus bayi.
Memang, Aswitha tak menyangkal, kandungan protein pada susu formula diusahakan dibuat menyamai protein pada ASI, "tapi tetap saja whey protein pada susu formula tak bisa menyamai whey protein pada ASI." Soalnya, whey protein pada susu formula mengandung beta laktoglobulin yang bisa memicu reaksi alergi. Sedangkan di ASI, whey proteinnya mengandung alpha laktoalbumim yang kurang memicu reaksi alergi.
SUSU FORMULA PENGGANTI
Jika pada penderita alergi susu sapi yang tak mendapatkan ASI harus mengkonsumsi susu formula, "biasanya dokter akan menganjurkan untuk mengganti susu formulanya yang mengandung protein hewani dengan protein nabati, yaitu kacang kedelai," jelas Aswitha.
Sayang, susu formula dari kacang kedelai ini tak menjamin si kecil lolos 100 persen dari alergi. "Ada kemungkinan sekitar 20-30 persen, bayi masih tetap alergi." Bila sudah begini, susu formulanya harus diganti lagi dengan yang mengandung hidrolisa protein. Kendati kandungannya masih protein hewani, tapi sudah diolah sedemikian rupa hingga tak bakal mengakibatkan alergi. Kita pun tak perlu khawatir dengan kandungan gizinya. Kendati zat yang membuat alergi sudah dikurangi, tapi zat gizi lainnya ditambah hingga komposisinya pas untuk bayi.
Menurut Aswitha, susu formula hidrolisa protein merupakan pilihan utama buat bayi yang alergi susu sapi. Namun karena harganya mahal lantaran perlu pengolahan khusus, disamping rasanya pun tak enak, maka biasanya dokter menganjurkan orang tua untuk menggunakan susu kacang kedelai lebih dulu.
Pemberian susu formula pengganti juga kadang diperlukan oleh bayi yang menderita diare karena pada diare dapat terjadi defisiensi laktase. "Hanya saja, bagi bayi yang terkena infeksi, susu formula pengganti cuma bersifat sementara." Jadi, bila diarenya sudah diobati dan sembuh, si kecil boleh kembali mengkonsumsi susu formula yang biasa ia minum.
Bukan berarti si kecil yang alergi susu sapi harus mengkonsumsi susu formula pengganti lebih lama, lo. "Di dalam usus itu, kan, ada faktor kekebalan yang dinamakan Imunoglobulin A. Dengan bertambahnya usia, sekitar usia 2-3 tahun, kadar Imunoglobulin A akan sama dengan orang dewasa. Nah, pada saat itu, biasanya ia tak mengalami alergi susu sapi lagi," jelas Aswitha.
HINDARI PEMICUNYA
Tentunya, setelah si kecil boleh mengkonsumsi makanan tambahan, ia harus dihindarkan dari makanan yang bersifat antigenik (merangsang reaksi kekebalan) seperti ikan, udang, cokelat atau telur (terutama putih telur karena mengandung protein yang bisa memunculkan reaksi alergi, sedangkan kuning telur mengandung lemak).
Tak usah cemas si kecil akan kekurangan protein karena protein, toh, bukan hanya terbatas pada protein hewani saja. "Jadi, ia bisa tetap memperoleh protein sesuai kebutuhannya dari bahan makanan nabati seperti tahu, tempe, dan sejenisnya," kata Aswitha.
Akan halnya si kecil yang menyusu ASI tapi berbakat alergi, pencegahan harus dilakukan juga oleh si ibu. Jangan lupa, apa yang dimakan ibu akan keluar lewat ASI. Jadi, "ibu pun perlu menjaga makanannya. Misal, hindari putih telur, ikan, udang, dan makanan lain yang bisa memicu reaksi alergi, termasuk susu."
Nah, kini Ibu dan Bapak tak bingung lagi, kan?
Faras Handayani/nakita
CEGAH SEJAK DI KANDUNGAN
Sebaiknya, kata Aswitha, pencegahan dilakukan sejak di kandungan, terlebih jika si ibu tahu memiliki riwayat alergi.
Tepatnya, sejak kehamilan sekitar trimester akhir atau 6-7 bulan. "Ibu sebaiknya tak minum susu yang mengandung protein hewani, tapi susu kedelai." Ibu juga harus menghindari makanan lain yang bisa memicu reaksi alergi.
KOMENTAR