Selain positif, aspek negatifnya juga ada. Yakni jika orangtua selalu berpatokan pada usia biologis dan tidak memperhitungkan kematangan psikologis anak. Hal ini bisa menimbulkan pengalaman traumatis. Misalnya, setiap kali dipanggil guru, ia akan langsung pucat sebab anak "diceburkan" padahal ia belum siap.
Dampak negatif juga bisa muncul seandainya orangtua salah memilih PG. Namanya saja playgroup, yaitu place for playing atau tempat untuk bermain. Komponen kognitif seharusnya cuma pengenalan dan bukan sebagai materi pokok. "Harusnya 80 persen bermain, 20 persen belajar. Kalau yang terjadi sebaliknya, kasihan anak. Bisa jenuh belajar terus."
Orangtua Sibuk
Jadi, jika orangtua bisa berperan penuh dalam mengajarkan dan membantu membimbing pengembangan emosional anak, PG tidak terlalu diperlukan. Dari aspek kognitif, anak-anak usia SD di Indonesia diharapkan minimal bisa hitung dan baca, mengenal huruf dan angka. "Orangtua bisa, kok, mengajarkan anak untuk mengenal huruf dan angka."
Di kota besar, PG dipilih karena orangtua sibuk bekerja, sehingga tidak mempunyai waktu dan energi untuk membekali anak dengan pengajaran emosional dan pengenalan aspek kognitif tadi. "Pulang kerja, orangtua sudah capek, maunya cuma bermain sama anak. Akhirnya, tanggung jawab itu diambil oleh PG. Dalam kondisi seperti ini, PG memang lebih baik daripada anak tidak disiapkan sama sekali."
Selain itu, kondisi sosial di kota besar sangat individualistis. Anak-anak kita, misalnya, sangat jarang bermain bersama sepupu atau tetangga. "Temannya hanya kakak, adik, atau malah gadget. Ketika itulah, orangtua memasukkan anak ke PG supaya bisa bersosialisasi dan bertemu dengan anak seumur," kata Elly. Kondisi ini tentu saja berbeda dengan keluarga yang tinggal di kota kecil, di mana anak-anak masih mempunyai waktu bermain dan bertemu teman-teman sebaya.
Tidak Perlu?
Kesimpulannya, ketika orangtua bisa mempersiapkan anak dengan matang, seharusnya PG tidak diperlukan. "Karakter dan temperamen anak berperan. Tidak selalu anak yang masuk PG pasti lebih siap dibanding yang tidak," ujarnya. Terkadang, ada anak yang masih menemukan masalah. Misalnya, rasa tidak nyamannya masih tinggi, gampang menangis melihat lingkungan yang berbeda, dan sebagainya.
Dalam banyak kasus, orangtua memasukkan anak-anaknya yang masih terlalu muda ke PG. "Kasihan mereka dan malah bisa mengalami goncangan kejiwaan yang mendalam," ujar Elly. Akibatnya, anak akan menangis sampai 2 - 3 minggu karena menganggap sekolah adalah tempat yang sangat mengerikan dan bertemu dengan teman sekolah membuatnya tidak nyaman.
Penyebabnya? Tingkat kedewasaan secara mental belum ada. "Ingat, masing-masing anak itu unik, tidak bisa dipatok usia biologis. Anak butuh kesiapan mental. Kalau belum siap, jangan dipaksakan."
Memilih Playgroup
1 Orangtua sebaiknya melihat kondisi anak terlebih dulu. Lakukan analisis sederhana yang meliputi apakah anak sudah benar-benar siap masuk PG, baik dari sisi emosional maupun fisik. "Ada, lho, orangtua yang memasukkan anaknya ke PG, padahal anaknya jalan saja belum lempeng," kata Elly.
KOMENTAR