Lalu?
Karena dagangan saya makin laris, saya mengontrak warung di sebelah yang lebih besar. Sistem layanannya saya bikin jadi warung makan prasmanan. Tiap jam makan siang, warung saya dipenuhi orang kantoran yang mengantre makan. Sejak itu keberadaan warung saya mulai tersebar dari mulut ke mulut. Mulai banyak orang yang memesan katering untuk acara di kantornya atau arisan.
Ditambah lagi, suami saya sering memotret menu-menu atau tumpeng pesanan, lalu fotonya dipajang di warung disertai nomor telepon. Lucunya, kebanyakan pembeli saya justru dari daerah yang jauh dari rumah, bukan dari sekitar lingkungan rumah atau warung saya.
Siapa pelanggan pertama katering Anda?
Perusahaan di mana saya pernah bekerja, yaitu perusahaan jasa taksi Blue Bird. Kalau sedang ada training, perusahaan itu minta saya menyediakan kateringnya. Sebelumnya, saya memang sering mengundang bekas teman-teman kerja untuk makan di rumah. Dari situ mereka menyarankan untuk buka usaha. Banyak juga dari mereka yang pesan katering untuk makan siang.
Lalu?
Sayangnya, warung yang saya kontrak hanya diizinkan hingga 3 tahun, padahal saya berharap bisa 10 tahun. Asal tahu saja, kami sudah merenovasi dapur rumah itu, sengaja diset untuk bisnis katering. Akhirnya, kami terpaksa pulang ke rumah kami di Bogor. Namun, karena telanjur sudah tanda tangan kontrak dengan pelanggan, katering tetap kami antar dari Bogor.
Seperti membangun bisnis dari awal lagi, dong?
Iya. Ternyata, tinggal di rumah Bogor juga membosankan. Apalagi, Icha setiap hari harus sekolah di Menteng, Jakarta. Setelah dua tahun di Bogor, kami memutuskan pindah lagi ke Jakarta. Karena tidak punya tempat untuk berjualan, kami berjualan lewat internet. Kami mulai mengumpulkan pelanggan lagi pelan-pelan. Pelanggan yang lama tetap kami layani.
Hasuna Daylailatu / bersambung
KOMENTAR