Untuk mendapatkan gambar yang tepat jatuh ke retina, ada beberapa faktor penting yang dibutuhkan mata, yaitu sistem pembiasan kornea, sistem pembiasan lensa, dan panjang bola mata. Bila bola mata terlalu panjang, fokus akan jatuh terlalu depan, hingga penderita butuh lensa minus untuk memundurkannya. Inilah yang disebut myopia. Sebaliknya, jika bola mata terlalu pendek, walau lensa dan korneanya normal, gambar akan jatuh di belakang (hypermetropia). Penderita membutuhkan lensa plus untuk memfokuskannya.
Pada bayi, umumnya hypermetropia yang membutuhkan koreksi plus 1 atau plus 2 dioptri (satuan kekuatan lensa) masih bisa dibilang normal. Soalnya, tanpa dikoreksi pun biasanya ia akan sanggup mengatasi kelainan itu dengan kemampuan akomodasinya yang kuat. Yang dimaksud akomodasi, kemampuan lensa mata untuk mencembung. "Kemampuan akomodasi seorang dewasa muda biasanya sampai plus 3, tapi kalau bayi kadang sampai plus 4. Nah, karena kemampuan akomodasinya yang masih kuat ini, bila ia mengalami hypermetropia plus 1 atau plus 2, jangan cepat-cepat diberi kaca mata karena kemungkinan ia bisa mengatasinya sendiri secara alamiah."
Alasan lain untuk tak buru-buru memberi kaca mata, "bayi masih dalam tahap perkembangan." Misal, tadinya bola mata pendek hingga butuh lensa plus. Nah, dengan erkembangnya waktu, bisa saja bola matanya jadi panjang hingga membutuhkan kaca mata minus. Dengan demikian, jika ia mengalami plus 2 lalu bergeser jadi minus 2, berarti akan menjadi nol atau normal. "Tapi kalau plusnya sampai 4 atau 6, sudah tak normal. Ia perlu dibantu kaca mata."
WORTEL BUKAN SEGALANYA
Pada bayi yang tak mengalami kelainan mata, agar fungsi penglihatannya berkembang baik dibutuhkan rangsangan yang baik pula dari lingkungan, yaitu membiarkan bayi melihat apa saja yang ada di sekitar rumah. "Jika bayi baru lahir ditutup matanya terus-menerus hingga usia setahun, misal, maka tajam penglihatannya di usia setahun akan sama dengan tajam penglihatan sewaktu baru lahir, bahkan mungkin bisa lebih buruk."
Selain mendapat rangsangan yang baik, sistem penglihatan pun perlu memperoleh makanan bergizi dan bervariasi. Jadi, bukan cuma wortel, ya, Bu-Pak, yang dapat menyehatkan mata. "Wortel hanya salah satu gizi yang dibutuhkan anak. Untuk bisa memproses rangsangan yang jatuh di mata diperlukan proses kimiawi. Nah, untuk mendapatkan proses kimiawi yang baik dibutuhkan salah satunya vitamin A. Tapi tentu bukan hanya vitamin A, melainkan juga zat gizi lain." Nah, bila gizi untuk seluruh tubuh bayi sudah cukup baik, secara tak langsung mata pun ikut memperoleh gizi yang baik. Bukankah mata merupakan bagian integral dari tubuh?
Jadi, enggak betul, ya, Bu-Pak, bila hanya dengan memberikan vitamin A maka sistem penglihatannya sudah beres semuanya.
TEORI PERKEMBANGAN MATA
Penglihatan bayi perlu waktu untuk berkembang sampai akhirnya dapat melihat seperti layaknya orang dewasa. Ada beberapa teori yang mendukung hal itu, salah satunya teori yang disodorkan Chavasse.
Menurut teori yang muncul tahun 1940-an ini, bayi yang baru lahir, penglihatannya super tak terhingga. Maksudnya, ia hanya bisa membedakan cahaya, yaitu gelap dan terang. Setelah usianya sekitar 7-8 bulan, si kecil sudah bisa melihat jari dengan jelas dari jarak 3 meter. Menginjak usia 9 bulan, penglihatannya makin membaik karena ia mulai bisa melihat jari seseorang dari jarak 6 meter. Penglihatan terus berkembang hingga di usia 4 sampai 5 tahun mencapai kesempurnaan seperti penglihatan orang dewasa.
Namun pendapat Chavasse dianggap terlalu meremehkan bayi, terutama setelah ada beberapa penelitian terbaru. Misal, berdasarkan tabel FPL (Forced Choice Preferential Looking), fungsi penglihatan bayi lebih baik ketimbang yang dikeluarkan Chavasse. Dalam uji coba FPL, bayi diminta melihat garis-garis vertikal hitam putih yang digerakkan. Garis vertikal tersebut memiliki besar dan ketebalan berbeda. Nah, reaksi mata bayi diamati ketika tengah melihat urutan garis, dari yang tebal dan besar sampai garis hitam putih yang kecil dan halus. Setiap lembar garis mewakili suatu skor ketajaman penglihatan tertentu.
Dari hasil penelitian tersebut, kemampuan penglihatan bayi baru lahir sampai usia satu bulan adalah 20/400. Artinya, sesuatu yang bisa dilihat orang dalam jarak 400 kaki, oleh bayi hanya bisa dilihat pada jarak 20 kaki (1 kaki=30,48 cm). Bila dibanding dengan cara Chavasse, jarak tersebut baru bisa dilihat bayi pada usia 7-8 bulan.
"Dengan menggunakan tehnik yang lebih canggih, hasil yang dulu bisa dikatakan meremehkan kemampuan penglihatan bayi ternyata kurang tepat," ujar Hadi. Contoh, dengan FLP, di usia 4 bulan bayi sudah bisa melihat jari pada jarak 6 meter. Sebelumnya, menurut Chavasse, kemampuan tersebut baru diperoleh ketika bayi menginjak usia 9 bulan. Sedangkan ketajaman mata orang dewasa, dengan FLP sudah tercapai pada di usia 18-24 bulan.
Ada satu cara lagi yang disebut VEP (Visual Evoked Potential). Di sini, bayi melihat ke suatu layar yang bergambar pola kotak-kotak seperti papan catur, dari kotak yang besar sampai kecil. Nah, pada kepala bayi dipasang suatu elektroda yang berfungsi menangkap respons yang diberikan otak bayi. Berdasarkan alat canggih ini, mata bayi lebih tajam dari perkiraan FLP. Misal, di usia 2 bulan, kemampuan penglihatan bayi sama dengan pemeriksaan bayi di usia 6 bulan.
Faras Handayani . Foto : Iman(nakita)
KOMENTAR