Bagi pencinta batik, tak lengkap rasanya bila ke Cirebon tanpa mengunjungi Desa Trusmi. Di sanalah sentra produksi batik Cirebon yang tersohor itu. Di sepanjang kanan-kiri jalan, berderet ruang pajang batik milik warga setempat. "Jumlahnya lebih dari seratus," ujar Heri Kismo (35), pemilik Batik Hafiyan saat ditemui Tabloid Nova.
Beberapa tahun belakangan ini, kata Heri, ruang pajang di Desa Trusmi memang menjamur seiring berkembangnya batik Cirebon. "Tiap libur dan hari Sabtu-Minggu, kawasan ini sudah pasti ramai. Banyak pengunjung datang dari luar kota. Sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi. Itu sebabnya, tiap libur, jadi susah parkir."
Pusat batik Cirebon memang berlokasi di Desa Trusmi. Kisah batik sendiri sudah sangat panjang, sejak zaman Kerajaan Cirebon. Bermula ada yang mengajari membatik, masyarakat setempat dengan cepat menguasai ilmu membatik. Lama-kelamaan, batik dijadikan lahan penghasilan warga Trusmi. Banyak warga Trusmi yang mengambil karyawan dari desa sekitar. Setelah pintar, si karyawan lalu buka usaha sendiri.
Dari Trusmi, batik menyebar ke desa sekitarnya seperti Desa Gamel, Kali Tengah, Wotgali, dan Panembahan. Di situlah rumah-rumah pajang batik siap menanti pembeli.
Gara-gara Madame Ivan
Motif batik Cirebon yang sangat khas semisal Megamendung, Singabarong, dan Panji Semirang, juga menjadi daya tarik tersendiri. Harganya, tergantung cara pembuatan dan bahan dasarnya. Untuk jenis printing, mulai Rp 17.500 - Rp 150 ribu. Batik cap antara Rp 30 ribu - Rp 1,5 juta. Yang paling mahal, jelas batik tulis karena pengerjaannya yang rumit dan makan waktu.
Salah satu ruang pajang yang besar dan ramai adalah Batik Nofa. Tak hanya di Trusmi, tapi juga di Jakarta dan Yogyakarta. Konon, usaha yang dikelola pasangan Hj. Eliya Rosa dan H. Surahman ini, termasuk pelopor. Nama Nofa diambil dari sapaan Nur Fauziah, putri sulung pasangan ini. "Memang, batik Nofa termasuk perintis di sini," ujar Yeti (31), penanggung jawab batik Nofa.
Dulu, cerita Yeti, usaha ini berawal dari satu lemari batik. Sekarang? "Mau pesan yang seperti apa pun, dilayani. Ada yang pesan batik tulis dengan kualitas istimewa. Satu bahan saja perlu waktu pengerjaan empat bulan. Malah ada yang setahun. Yang pesan, biasanya pejabat. Motifnya juga spesial, agar tidak sama dengan yang lain."
Selain melayani pembeli perorangan, pesanan instansi pun kerap diterima para pengusaha batik di Trusmi. Siti Sarah (35), dari Batik Sinar Gunung Jati, contohnya. "Sudah sejak lama kami kerja sama dengan PGRI."
Motif apa yang banyak diminati pembeli? "Dulu, masyarakat Cirebon malah sedikit yang memakai batik. Setelah Madame Ivan (Ivan Gunawan, Red.) pakai batik Megamendung, jadi banyak yang suka. Sampai sekarang masih dicari orang."
HENRY ISMONO
KOMENTAR