Ketika awal Maret lalu, David Hartanto Widjaja (22), alias Ming Ming, dikabarkan menusuk Prof Chan Kap Luk, pembimbing tugas akhirnya lalu mengakhiri nyawanya dengan cara melompat dari lantai empat gedung kampusnya, Nanyang Technological University (NTU), Singapura, Lie Ichiun (48) jelas tak percaya.
Apalagi setelah polisi Singapura memberi pernyataan berbeda-beda. "Katanya Ming Ming bunuh diri, tapi kemudian disebut jatuh. Mana yang benar?" tanya Ichiun, ibunda Ming Ming.
Tak heran jika ia menduga, ada sesuatu yang disembunyikan di balik kematian anak bungsunya itu. Itu pula sebabnya ia dan suaminya terus berupa membuka misteri itu. "Saya ingin semuanya benar-benar diungkap. Tak ada yang ditutup-tutupi. Kalau sekarang, kan, pihak Singapura dan kampus Ming Ming terkesan sangat tertutup. Padahal, banyak kejanggalan yang terlihat dalam kasus ini," katanya dengan nada tinggi.
Ia yakin, semua fakta sudah diputarbalik. "Saya yakin sekali, justru Ming Ming yang menjadi korban. Dia yang dibunuh, karena dia bukan pembunuh." Sedihnya, lanjut Ichiun, berita yang dilansir terkesan menutupi sesuatu yang lebih besar.
Hanya Sebatas Leher
Kejanggalan, katanya, lumayan banyak. "Saya sebagai ibunya, tak diperbolehkan melihat jenazahnya secara utuh. Cuma boleh melihat Ming Ming sebatas lehernya, itu pun hanya sebentar. Saat akan dikremasi, saya juga enggak boleh ikut memandikan Ming Ming," beber Ichiun yang menyebar abu kremasi Ming Ming di sebuah pantai di kawasan Changi, Singapura.
Bahkan, barang-barang Ming Ming seperti laptop dan HP, sudah diambil dari kamarnya sebelum Ichiun tiba di Singapura. "Tak ada pihak keluarga maupun pengacara yang menyaksikan penggeledahan itu?"
Saksi dan bukti pun, tak ada. "Masak universitas sebesar dan sebagus itu di Singapura tidak ada kamera CCTV? Saat kejadian, di dalam ruangan itu hanya ada dua orang, Ming Ming dan profesor itu. Kok, ucapan profesor itu langsung dipercaya begitu saja? Kalau memang anak saya mau membunuh dia, kenapa justru dia enggak meninggal?"
Anehnya lagi, sambung Ichiun, si profesor yang katanya terluka akibat akan dibunuh Ming Ming, "Cuma sehari di rumah sakit, esoknya sudah keluar dengan sehat. Malah justru anak saya yang dianggap pembunuh, harus meninggal dengan kondisi berdarah-darah mengenaskan."
Kejanggalan lain, tutur Ichiun, ia sempat melihat plester tiga lapis menempel di leher anaknya. "Saya sempat bingung, kok, lehernya terluka? Tapi karena ingin menyegerakan kremasi, sesuai agama yang saya anut, waktu itu saya tak terlalu ambil pusing."
Entah kebetulan atau bukan, "Empat hari setelah peristiwa Ming Ming, ada peneliti di fakultas yang sama dengan Ming Ming, diberitakan bunuh diri dengan cara gantung diri. Sebelumnya, peneliti lain bernama Hu Kunlun, tewas akibat tertabrak mobil. Nah, dalam sebulan, ada tiga orang yang meninggal dari fakultas yang sama. Ada apa ini sebenarnya?" ungkapnya.
Sejak kecil, kenang Ichiun, Ming Ming menyukai game. "Hebatnya, meski begitu, dia selalu unggul dalam berbagai pelajaran sekolah. Makanya enggak pernah saya larang main game. Buktinya, dia pernah jadi wakil Indonesia dalam ajang Olimpiade Matematika di Meksiko tahun 2005 lalu," kata wanita berambut ikal ini.
KOMENTAR