Minta Sapu & Lap
Banyak orang menilai dan melihat aku sangat tegar menghadapi masalah berat ini. Di antara tuduhan yang dilontarkan terhadap suamiku, aku masih bisa dan kuat menghadapinya. Semua karena aku punya keyakinan suamiku tidak bersalah dan tidak melakukan apa yang dituduhkan orang-orang.
Aku tahu banget bagaimana kondisi suamiku. Mas itu tekadnya bulat. Misalnya, dia hanya punya uang Rp 10 ribu, tapi ada temannya yang minta tolong pinjam uang. Nah, uang yang ada di tangannya itu akan diberikan ke orang itu, meskipun saat itu Mas lagi enggak punya uang. Karena Mas yakin uang yang akan diberikan itu akan kembali lagi kepada dia suatu saat nanti. Yang penting, katanya, saat memberikan harus ikhlas.
Belum lagi ketika ada ancaman Mas akan dibunuh, duh, rasanya tuduhan itu begitu menyesakkan dadaku. Sudah dituduh menerima suap, malah mau dibunuh. Namun, Mas tetap terlihat tenang di depanku. Mungkin dia menyembunyikannya biar aku tidak menjadi cemas. Aku juga berusaha tenang di depan Mas, agar tidak menambah beban pikiran Mas.
Selama di Kelapa Dua, ada permintaan Mas yang menurutku lucu dan aneh. Suatu saat, Mas minta dibawakan sapu, lap pel, dan kemoceng. Awalnya aku bingung buat apa, sih, semua alat-alat tersebut. Ternyata dipakai buat membersihkan kamar di Kelapa Dua. Mas orangnya memang senang bersih-bersih, begitu juga saat di rumah. Mas rajin merapikan halaman rumah, entah memotong tanaman atau rumput yang sudah tinggi. Ketika akhirnya Mas keluar dari tempat itu, semua barang diberikan ke orang di sana.
Aku juga sempat bertemu dengan Ibu Bibit, suaminya pun dituduh sama dengan Mas. Akhirnya kami saling menguatkan dan tidak mau larut dalam kesedihan. Yang paling penting adalah banyak berdoa, saling memberi semangat.
Selain keluarga dan teman-teman, yang membuat aku bertambah kuat adalah dukungan di facebook yang mencapai jutaan jumlahnya. Mungkin kalau tidak ada dukungan tersebut, entahlah darimana aku mendapat kekuatan. Ternyata apa yang aku dan Mas yakini juga diyakini banyak orang di luar sana.
Benar saja, sampai akhirnya aku mendapat telepon dari pengacara, aku disuruh siap-siap karena Mas akan pulang. Wah, senang sekali aku mendengar kabar tersebut. Saking terharunya aku sampai menangis mendengar kabar itu. Ternyata perjuangan ini ada ujungnya juga.
(Bersambung)
Noverita K. Waldan
KOMENTAR