"Duuh, anakku enggak mau makan sayur. Bagaimana, nih?" Atau, "Anak saya maunya cuma makan telur. Kalau enggak ada telur, dia enggak mau makan..." Kalimat semacam ini pasti sudah sering kita dengar dari mulut ibu-ibu muda. Anak-anak (kebanyakan di usia batita) yang "pilih-pilih" makanan seperti ini disebut sebagai picky eaters.
"Biasanya, anak-anak tidak doyan sayur dan buah. Ada juga yang tidak mau makan nasi atau susu. Pokoknya pilih-pilih makanan," jelas dr. Titi Sekarindah, Sp.GK dari RS Pusat Pertamina, Jakarta.
Kenapa anak bisa menjadi picky eaters? Salah satu penyebabnya adalah faktor meniru kebiasaan orang tua. Misalnya, orang tua si anak tidak suka makan sayur, anak pun ikut kebiasaan ini. "Jadi, anak meniru orang tua," jelas Titi.
Picky eaters, menurut Titi, merupakan fase normal yang biasa terjadi pada anak. Biasanya, seiring pertambahan usianya, diharapkan ini akan hilang dengan sendirinya.
Namun, wajar saja bila orang tua sering khawatir karena anak sama sekali tidak mau makan sayur atau buah. Hanya, jangan sampai kekhawatiran ini memunculkan pemaksaan terhadap anak.
"Sebetulnya, yang harus dilihat adalah faktor kecukupan gizi anak. Jika berat badan anak menunjukkan grafik terus naik dan tidak gampang sakit, yang berarti gizinya cukup, ya tidak perlu khawatir," lanjut Titi. Tak lupa, Titi menekankan, orang tua tetap perlu terus-menerus memberikan atau memperkenalkan gizi seimbang kepada anak agar kebutuhan nutrisinya tetap terpenuhi.
Yang harus dicermati adalah menurunnya nafsu makan anak. "Ini harus dicari tahu dulu penyebabnya. Misalnya, apakah ada faktor infeksi, ada masalah di pencernaan anak (suka kembung), dan sebagainya. Ini yang harus dicari dan diobati dulu."
Harus Kreatif
Picky eaters sebetulnya bisa disiasati. Kuncinya ada pada orang tua dan pengasuh anak. Misalnya, sejak anak berusia 6 bulan, orang tua atau pengasuh anak mulai memberikan makanan padat. "Nah, masa perkenalan ini harus terus dicoba dan dilakukan. Jangan sampai, misalnya baru sekali anak menolak makan sayur, lalu tidak dicoba lagi. Bisa jadi, pada upaya yang kelima, baru anak mau makan sayur," jelasnya.
Orang tua juga harus kreatif mencari pengganti dari jenis makanan yang tidak disukai anak. Pola makan seimbang mengharuskan adanya karbohidrat, protein, lemak, ditambah sayuran dan buah. "Kalau anak tidak mau makan nasi, bisa diganti dengan roti, kentang, atau pasta. Itu untuk karbohidratnya. Atau, kalau anak tidak suka ikan, bisa diganti daging, dan sebagainya."
Selain itu, orang tua wajib berinovasi dalam menyiasati penyajian makanan anak. Salah satu caranya adalah dengan menyembunyikan jenis makanan yang tidak disukai anak ke dalam makanan favorit anak. Misalnya jika anak tidak suka sayur, tapi suka bakso.
"Orang tua bisa membuat bakso sendiri, kemudian di dalamnya dimasukkan wortel atau brokoli yang sudah di-blender. Penyajian makanan juga perlu agar anak tertarik. Misalnya, nasi dibentuk seperti boneka, lengkap dengan mata wortel dan sebagainya. Ini memang butuh kesabaran dan kreativitas orang tua."
Yang tak kalah penting, orang tua harus selalu memberikan pendidikan gizi kepada anak-anak. Jelaskan pentingnya makanan sehat. Anak harus diberi tahu terus, apa yang akan terjadi jika ia tidak mau makan sayur. Misalnya energi jadi berkurang dan mudah sakit, dan sebagainya. Orang tua juga harus bisa menjadi role model.
"Anaknya disuruh makan sayuran, tapi orang tuanya sendiri tidak mau makan sayuran. Kalau anak-anak tidak mau minum susu, orang tua harus memberikan contoh meminum susu. Jadi, anak melihat sendiri dari orang tuanya, dan ini harus dilakukan terus-menerus sejak anak masih kecil. Kalau sudah besar, bisa jadi terlambat, karena pola makan anak sudah terbentuk," lanjut Titi.
Dok. NOVA
KOMENTAR