Di usia 3 tahun ke atas, anak sudah mulai menyadari keberadaan tubuh dan kondisi fisiknya. "Pada masa ini, anak biasanya mulai gencar bertanya tentang kelamin, asal muasal bayi, kelahiran, dan lain-lain," kata Hana Yasmira, MSi., Parenting Communication Specialist, yang juga penulis buku Ayo Ajarkan Anak Seks.
Meskipun anak tidak bertanya, orangtua sebaiknya introspeksi diri. Apakah sikap orangtua membuat anak nyaman atau tidak nyaman untuk bertanya? Kuncinya, orangtua harus mau membuka diri menerima pertanyaan anak dan orangtua harus menjadi tempat bertanya anak.
Seringkali, sikap atau kebiasaan orangtualah yang membuat anak takut bertanya. "Kalau belum-belum sudah memberi sinyal negatif, anak enggak bakal mau bertanya lagi," ujar Hana. Alhasil anak akan mencari jawaban ke orang atau sumber lain yang belum tentu tepat dan benar. Padahal pesan yang mestinya sampai ke anak adalah, "Hey kids, I'm glad that you ask me."
Masa Pubertas
Penjelasan dan topik tentu harus diberikan step by step sesuai usia anak. Untuk anak usia 3 tahun, orangtua menjelaskan secara jujur tanpa perlu menyertakan detail sebab balita tidak peduli detail. Di usia 7 - 10 tahun, beritahu anak mengenai fakta seputar reproduksi. Misalnya tentang perkawinan, konsepsi, dan persalinan.
Menjelang akhir masa ini, jangan lupa menyiapkan anak menghadapi masa pubertas. Beri penjelasan tuntas mengenai menstruasi pertama pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki. "Pada anak perempuan, biarkan mereka menceritakan pengalaman pertama mereka mengalami menstruasi, sebelum Anda memasukkan pemahaman mengenai menstruasi," jelas ibu dua anak ini.
Untuk remaja usia 11 - 14 tahun, pengajaran seks ditekankan pada antisipasi perubahan yang terjadi selama masa remaja. Sebut saja aktifnya hormon seksual yang telah aktif, perbedaan laki-laki dan perempuan, perbedaan percepatan perkembangan dan pertumbuhan satu dengan lainnya, serta pemilihan perilaku seksual.
Harapannya, di usia sekitar 15 tahun ke atas, anak telah memiliki pengetahuan seks yang utuh, lengkap dan benar, serta memahaminya sesuai norma keluarga. "Lakukan melalui diskusi tertutup berdasarkan kesamaan gender demi menghindari perasaan rikuh dan malu anak," jelas Hana. Idealnya, ibu menuntun anak gadisnya bicara tentang seksualitas, sementara ayah mendekati anak perjakanya.
Gunakan Nama Klinis
Orangtua sebaiknya juga membantu anak lebih mengenal dan menghargai anggota tubuhnya, termasuk organ seks dan organ reproduksi sejak dini. Mulailah dengan membiasakan menggunakan nama klinis organ seksual dalam komunikasi sehari-hari, seperti "penis" atau "vagina" ketimbang "burung" atau "dompet."
Kebiasaan ini akan membuat orangtua dan anak nyaman membicarakan seks. Perlakukan organ seks seperti halnya memperlakukan organ tubuh lain. "Dengan menyamakan nama organ seks, orangtua dan anak bisa membicarakannya seperti laiknya membicarakan pengetahuan umum lainnya. Misal, bicara tentang UFO. UFO memang jarang dibicarakan, tetapi saat dibicarakan, tidak ada yang terkaget-kaget," jelas Hana memberi analogi.
Konsep Kepemilikan
Saat memberikan pendidikan seks pada anak, orangtua juga harus memahami seks dan seksualitas. Elly Risman, M.Psi dari Yayasan Kita dan Buah Hati memaparkan, seks adalah organ-organ seks dan hal yang menyangkut hubungan antara keduanya. "Sementara seksualitas menyangkut harga diri. Bagaimana seseorang merasakan tentang dirinya, mengutarakan dan berpendapat mengenai dirinya, serta berekspresi," tambahnya.
Dengan demikian, pendidikan seksualitas perlu dilakukan secara menyeluruh dan dilakukan sejak dini oleh orangtua. Ketidakpahaman atas hal tersebut menyebabkan orangtua abai terhadap pendidikan seksualitas. "Padahal anak kena banjir bandang teknologi yang juga dimanfaatkan oleh pebisnis pornografi. Akibatnya? Anak bisa meniru apa yang mereka lihat," ujar Elly.
Pada umur 2 - 3 tahun, saat anak mengenal konsep kepemilikan, orangtua bisa menanamkan pemahaman bahwa tubuh anak sangat berharga dan ia wajib menjaganya. "Sebagai contoh, bilang pada buah hati jika ada orang yang menyentuh badannya, Si Kecil bisa bilang, 'Ini badanku, tidak boleh sembarangan disentuh'," tukas Elly.
Untuk mencegah kemungkinan anak mengalami pelecehan seksual, ajarkan buah hati agar memberi tahu Anda jika orang lain menyentuhnya. Contoh, "Adek harus lapor Mama kalau ada yang menyentuh tubuh Adek. Jangan takut, Mama dan Papa akan mencari dan menegur orang yang menyentuh tubuh Adek." Jika Anda sudah demikian terbuka, anak akan merasa aman, terlindungi, dan tidak sungkan berbicara terbuka.
Selain itu, mengingat kekerasan seksual biasanya dilakukan dengan menjanjikan hadiah atau memberikan ancaman untuk tidak melapor, anak juga harus diajarkan untuk terbebas dari hadiah dan tidak takut ancaman.
Hasto, Annel / bersambung
KOMENTAR