Disfungsional
Sakit perut disfungsional bisa disebabkan berbagai variasi fisiolog (kinerja organ pencernaan) yang normal. Misalnya, intoleransi laktosa dan konstipasi (sembelit). Pada kasus intoleransi laktosa, organ tak bisa mencerna karbohidrat susu (laktosa) sehingga terjadi diare.
Sedangkan pada konstipasi, usus besar yang dipenuhi kotoran, teregang hingga menstimulasi syaraf di sekelilingnya. Ini menyebabkan syaraf mengirim sinyal dan menyebabkan sakit perut.
Pada kasus lain seperti kolik bisa disebabkan usus halus atau usus besar terpelintir. Biasanya didahului gangguan pencernaan lain, seperti konstipasi. Atau disebabkan sumbatan, misalnya pada saluran ginjal ke kandung kemih.
Sakit perut tipe disfungsi biasanya berlangsung kurang dari satu jam. Rasa sakitnya hilang timbul dan tak disertai gejala lain seperti demam atau muntah.
Sakit perut bisa timbul mendadak, misalnya di area perut atau perut bawah. Namun, pemeriksaan fisik dan laboratorium justru akan didapatkan hasil yang normal.
Psikogenik
Sakit perut juga bisa disebabkan kondisi psikis yang tertekan. Misalnya, pada anak tipe yang mudah stres atau cemas atau anak yang selalu ingin tampil sempurna. "Sakit perut psikogenik ini bukan merupakan kasus klinis, tapi lebih ke psikologis," ujar Nia.
Sakit perut psikogenik bisa timbul berulang di saat tertentu ketika anak akan beraktivitas. Tanpa disertai gejala lain seperti diare, konstipasi, mual, muntah, atau hilang nafsu makan. Juga tak diakibatkan konsumsi makanan tertentu.
Hanya, gejalanya berulang pada situasi psikis anak sedang terganggu, misalnya saat akan berangkat sekolah atau akan menghadapi ujian. Sakit perutnya berulang, tapi jika penyebabnya sudah bisa dilewati atau relatif tenang, akan hilang sendiri.
Beda Usia, Beda Dugaan
Membedakan sakit perut juga bisa dilakukan berdasarkan usia, sesuai hasil riset medis yang melihat pola sakit perut kebanyakan orang. Pada anak usia di bawah 4 tahun atau di atas 15 tahun, sakit perut sebagian besar disebabkan faktor organik. Waspadai macam-macam infeksi maupun riwayat ulkus (luka lambung) pada keluarga. Ingat, yang paling penting waspadai gejala usus buntu!
Pada anak usia di atas 5 tahun hingga 14 tahun, sakit perut biasa disebabkan faktor disfungsional. Waspadai pola makan anak atau konsumsi susunya. Bila ditengarai ada riwayat alergi dalam keluarga atau frekuensi buang air besar berkurang, segera konsultasikan ke dokter anak.
Sulit Identifikasi
Sayangnya, pada anak balita terkadang sulit menunjukkan letak pasti asal sakit perut. Nia menegaskan, pada dasarnya dokter punya metode untuk mengetahui penyebab sakit perut pada anak balita.
Tak sekadar lewat pemeriksaan fisik, tapi juga lewat wawancara mendalam kepada orang terdekat sang bayi, seperti ibu atau pengasuhnya, seputar sakit perutnya hingga pola makannya.
Apakah sakit perutnya berulang? Apakah sakit perutnya terjadi seusai mengonsumsi sesuatu? Bagaimana buang air besar anak akhir-akhir ini? Apakah ada demam? Selanjutnya, baru dilakukan pemeriksaan pada perut.
Bila anak belum bisa bicara, dokter akan melihat tanda-tanda di raut wajahnya saat pemeriksaan. Ketika dirasakan nyeri, tentu akan timbul reaksi. Misalnya, saat diraba di area tubuh tertentu, mimik wajah anak akan meringis, menangis, atau tegang menahan sakit.
Jika sakit perut disertai demam, artinya tubuh anak bereaksi terhadap kuman yang masuk ke dalam tubuh. Kemungkinan sudah ada proses inflamasi akibat infeksi kuman. Bila sakit perut dirasakan seusai anak makan pedas atau asam, kemungkinan sakit perut disebabkan asam lambung meningkat.
Bila sakit perut setiap kali seusai mengonsumsi susu, bisa jadi ini disebabkan intoleransi laktosa, sehingga susunya perlu diganti yang bebas laktosa. Bila anak sudah lama tak buang air besar, dokter akan memberi obat pencahar. Semua pengobatan terhadap sakit perut memang amat spesifik, sesuai kasus dan gejala yang menyertainya.
Laili Damayanti
KOMENTAR