ATASI RASA TAKUT
Orang tua jangan berharap rasa takut anak dapat hilang dengan sendirinya. Sayangnya, orang tua kadang bersikap menyederhanakan permasalahan. Anak dianggap akan mengerti dengan sendirinya atau ayah dan ibu menilai dengan menonton televisi, anak akan memahami segala sesuatunya. "Padahal tak cukup sekadar itu. Pemahaman mereka masih sangat sederhana," tutur Tiwin. Berikut ini upaya yang bisa dilakukan orang tua untuk mengatasi rasa takut yang dialami anak:
1. Kenali sumber rasa takut anak lalu atasi
Ajak anak berdialog untuk menelusuri penyebab rasa takutnya. Apa yang ia takutkan dan mengapa ia bisa sampai takut. Agar dialog bisa berjalan, gunakan kalimat-kalimat sederhana yang dimengerti si kecil. Bila ia selalu bersembunyi saat mendengar motor dinyalakan, tanyakan padanya, "Adik takut dengan suara motor itu ya?" Lalu jelaskan bahwa motor itu tidak akan menabraknya. Tunjukkan "cara kerja" mesinnya agar ia tahu mengapa suara motor bisa begitu keras. Ajak ia mendekati motor lalu kenalkan. Setelah anak mau mendekat, naikkan gasnya perlahan agar suaranya makin keras, lalu turunkan kembali. Dengan begitu, anak menyadari bahwa sebenarnya motor tersebut bisa juga bersuara pelan dan tidak menyakitinya.
Untuk anak yang takut gonggongan anjing, misalnya, biarkan dia menyaksikan sendiri bahwa anjing tak selalu menggonggong dengan keras. Anjing menggonggong tidak selalu bermaksud hendak menggigit. Perlihatkan film tentang persahabatan atau kerja sama manusia dengan anjing. Sedikit-sedikit anak akan mengerti anjing tidak selalu menggigit tetapi malah bisa dijadikan teman. Suara gonggongan yang keras itu hanyalah ciri khas anjing, jadi tak perlu ditakuti betul.
Jika anak takut pada suara keras dari pesawat, mulailah dengan gambar-gambar atau mainan pesawat. Bisa juga dengan pesawat rakitan untuk anak yang dapat dibongkar pasang agar anak mengenali bentuk dan kegunaan pesawat. Diharapkan anak pun jadi tidak takut pada suara pesawat yang kadang mengagetkan. Dengan mengenali sumber ketakutannya diharapkan anak mengembangkan pemahaman dari sudut pandangnya, bahwa objek yang ditakutinya tidaklah mengancam serta tidak berbahaya.
2. Berikan penjelasan
Kemampuan kognitif anak usia prasekolah sudah semakin berkembang. Tak ada salahnya orang tua memberikan penjelasan yang lengkap tentang sesuatu yang membuatnya merasa takut. Kurangnya pengetahuan dapat membuat anak takut pada sesuatu yang belum dikenalnya. Misalnya, jelaskan informasi tentang peristiwa terjadinya petir.
Banyak buku yang dikemas menarik dan mudah dipahami anak usia prasekolah tentang fenomena alam sehingga bisa membantu pemahamannya. Jelaskan, petir hanya akan menyambar permukaan yang paling tinggi di suatu tempat. Jadi anak tak perlu takut berlebihan jika ada petir karena rumah masih lebih rendah dibandingkan gedung. Jangan memberikan informasi yang salah, misalnya menjelaskan petir merupakan suara kemarahan raksasa di langit. "Sudah enggak zamannya lagi membohongi anak seperti itu. Terangkan saja bagaimana kejadiannya sehingga pengetahuan anak juga bertambah."
3. Ciptakan rasa aman dan nyaman
Kalau secara tiba-tiba anak mendengar suara petir, berikan perlindungan. Buatlah anak merasa aman dan nyaman, misalnya dengan cara mendekapnya. Tujuannya agar anak merasa tenang dan tidak takut lagi. Ciptakan juga lingkungan yang menyenangkan supaya ketakutannya perlahan-lahan terangkat. Jadi hindari kalimat yang menakuti-nakuti, seperti "Jangan main ke luar nanti disambar petir lo!" atau, "Kalau kamu lari-larian di jalan nanti digigit anjing lo!"
4. Jangan memberi label penakut
Memberikan julukan anak sebagai "si pengecut" atau "si penakut" tidak akan memecahkan masalah, malah masalahnya akan semakin parah. Sama jika orang tua selalu meremehkan ketakutannya dan menertawakan dan mengolok-oloknya. "Ayo tutup kupingnya, kalau tidak disambar petir, lo," contohnya.
5. Introspeksi diri
Jangan-jangan selama ini kita selalu marah-marah atau sering main bentak. Pola asuh seperti itu akan membuat anak selalu takut kala mendengar bentakan karena ia tahu bentakan berarti juga kemarahan orang tuanya.
Hilman
KOMENTAR