Siapa bilang penyakit hanya mudah menerpa fisik saja? Jika tak diatasi dengan baik, jiwa pun dapat terganggu kesehatannya. Agar jiwa atau mental Anda tetap terpelihara dengan baik, berliburlah di sela-sela kesibukan dan rutinitas sehari-hari.
Lina belakangan ini sering merasa mudah marah dan kesal. Tak jarang pasangan, teman, bahkan sopir taksi langganan pun jadi korban kemarahannya. Beberapa minggu ini Lina memang sedang sibuk menyiapkan materi presentasi penting, yang membuatnya kerap lembur dan pulang ke rumah lewat tengah malam.
Jika kondisi seperti Lina ini dialami terus menerus, tanpa diselingi waktu untuk refreshing, tentu ia akan terkena stres berat, bahkan depresi yang diakibatkan pekerjaannya. Salah satu obat mujarab bagi Lina agar terbebas dari beban pekerjaan yang menumpuk adalah dengan berlibur.
Menurut dr. Tjut Meura S. Oebit Edi, SpKJ, liburan sebenarnya sama dengan refreshing. "Ketika seseorang menghadapi situasi atau rutinitas sehari-hari, mulai dari problem di rumah, kantor, dan luar rumah, yang membuat isi kepalanya berkecamuk segala macam pikiran, memang memerlukan liburan."
Setiap orang, lanjutnya, punya daya resistensi (pertahanan) masing-masing, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu masalah yang timbul. Hanya saja, menurut Tjut, kebanyakan orang Indonesia masih tergolong sangat kurang dalam mengatasi masalah, yang berkaitan dengan mentalnya. Sehingga, tak heran jika banyak orang Indonesia yang bekerja, ketika sibuk di kantor jadi lupa makan, sampai lupa anak-istri.
Orang yang demikian, menurut Tjut, tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, sehingga ia sangat rentan terkena stres atau depresi. "Orang yang bekerja sampai lupa anak-istrinya, tujuan hidupnya hanya uang dan ingin lebih, sehingga ia tak pernah merasa cukup." Padahal, imbuhnya, sebagai manusia seharusnya ia menysukuri dan menikmati apa yang telah Tuhan berikan padanya.
Dengan kata lain, pada orang-orang demikian, kata Tjut lagi, yang membuat jiwanya stres sebenarnya dirinya sendiri. Parahnya lagi, bagi orang-orang yang tujuan hidupnya tak jelas ini, dan mementingkan pekerjaannya demi uang, kata liburan menjadi tak penting baginya. "Mereka tak akan memasukan kata liburan di dalam kamus hidupnya. Padahal, bagi orang yang sehat secara mental, pasti akan sangat membutuhkan waktu untuk liburan," tuturnya.
PRIA LEBIH RENTAN
Yang namanya liburan atau refreshing, Tjut menegaskan, sangat berguna untuk membuang segala hal yang telah memberatkan mental seseorang atau pikirannya. Secara fisik, imbuhnya, mungkin ia sehat-sehat saja. Tetapi, mentalnya belum tentu, sehingga harus dikelola jika ingin selalu sehat.
Tjut lalu memaparkan, berdasarkan penelitian, antara pria dan perempuan, prialah yang lebih rentan terkena stres. Mengapa? Menurut pengamatan Tjut, pria cenderung diam dan introvert (tertutup) terhadap masalah yang dialaminya. Sementara, perempuan lebih ember (suka bercerita ke mana-mana).
Tetapi, lanjutnya, justru dengan sifatnya yang ember, perempuan akan lebih mudah mengeluarkan beban mentalnya, dan merasa lebih lega hatinya. Namun, memang sifar ember ini juga punya kelemahan. Perempuan jadi cenderung uncontrol ketika menceritakan masalahnya. Akibatnya, ia jadi tak selektif ketika menceritakan masalah pribadinya. "Sebaiknya, curhat soal pribadi dilakukan dengan orang yang kita pilih. Jangan sampai, cerita privasi disampaikan ke orang yang lebih ember," tuturnya.
Dengan kondisi ini, ujar Tjut, dapat dikatakan pria lebih banyak terkena gangguan depresi terselubung, akibat sikapnya yang diam atau substitusif. Ketika ada masalah di rumah, misalnya, pria sulit mengungkapkannya. Akhirnya, ia lebih memilih melampiaskan ke pekerjaan dan tidak pulang ke rumah, dengan alasan malas bertengkar dengan istrinya.
"Begitulah sifat pria, merasa punya power, maka ditutupilah kekurangannya itu.
Jika merasa tertekan, ia akan makin tertutup. Padahal, curhat itu penting. Hidup, kan, harus ada penyaluran," tegas Tjut.
Jika sulit terbuka, cobalah para pria ini berbagi dengan teman dekatnya yang paling bisa dipercaya. Misalnya, mencoba membuka percakapan seperti, "Bagaimana ya, kalau ada masalah seperti ini atau itu. Menurutmu, pemecahannya seperti apa?"
Yang tak boleh dilakukan, tegasnya lagi, jika pria punya masalah di kantor, ia bawa ke rumah sehingga istri, anak, sampai sopir dan pembantu jadi korban kemarahannya. Sebaliknya, jika ia punya masalah di rumah, ia bawa ke kantor sampai-sampai sekretaris dan bawahannya pun ikut dimarahi. Menurut Tjut, hal nilah yang jangan sampai terjadi.
PASANGAN SEIMBANG
Jika tak bisa memisahkan masalah sesuai tempatnya, justru akan semakin memperburuk keadaan, baik di rumah maupun di kantor. Nah, orang-orang seperti inilah yang Tjut harapkan memiliki pasangan yang bisa mengimbanginya. "Jika yang satunya tukang kerja, pasangannya harus punya sifat santai dan doyan ketawa. Jika keduanya serius, wah, capek deh."
Agar rumahtangga tak teracuni masalah pemicu stres atau kurangnya daya resistensi untuk mengatasinya, salah satu pasangan yang bersifat santai bisa mengajak suami atau istrinya yang kaku untuk refreshing. Misalnya, "Sayang, kita nonton film baru yuk!" Atau, "Jalan-jalan yuk, sudah lama kita enggak makan malam berdua, kan?"
Jika ingin lebih spesial, sisihkan waktu lebih banyak, misalnya mengambil cuti beberapa hari. Jika pasangan lebih menyukai suasana laut, pergilah ke pantai. Sebaliknya, jika menyukai pegunungan, pergilah ke daerah berhawa dingin. "Buatlah kesepakatan ke mana akan berlibur, jangan menambah masalah hanya gara-gara tak sepakat soal tempat refreshing," tukasnya.
Lain halnya jika di dalam rumahtangganya sudah ada anak. Menurut Tjut, sebaiknya orangtua bertanya dan memberi kesempatan pada anak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan soal berlibur. Tanyakan pada Si ekcil, "Tahun ini enaknya kita liburan ke mana ya, Sayang?"
Sebagai orangtua, jangan egois di hadapan anak. Berbagilah dengannya, sebab anak punya hak untuk menikmati liburannya. Sehingga, Tjut yakin, anak akan lebih terbuka kepada orangtuanya, dan tak takut menceritakan rencana liburannya.
MILIKI HOBI
Kendati demikian, menurut Tjut, liburan tak harus selalu dikonotasikan mahal dan butuh waktu khusus. Bahkan, saran Tjut, lakukanlah liburan sesering mungkin! Bagi orangtua yang bekerja, biasanya akan libur di hari Sabtu dan Minggu. Gunakan dua hari di akhir pekan itu untuk berlibur bersama pasangan dan anak-anak.
"Jika dari Senin sampai Jumat orangtuanya sudah lelah bekerja, dan di hari Sabtu dan Minggu masih berkata, "I'm busy. I have no time for children! (Aku sibuk, nih. Enggak ada waktu buat anak-anak!)" Wah, keterlaluan sekali, ya. Buat apa dong, punya anak?" tukas Tjut.
Atau, seorang ayah yang selalu sibuk di akhir pekan, lantas memberi saja segepok uang kepada istrinya untuk mengajak anak-anaknya jalan-jalan. Padahal, kata Tjut, yang dibutuhkan anak dan istri bukanlah uang, melainkan kebersamaan. Terutama anak, pasti ingin sesekali jalan-jalan di akhir pekan bergandengan tangan dengan ayahnya juga.
Acara liburan yang menyenangkan pun, imbuhnya, tak selalu harus pergi ke luar kota. Saat ini, sudah banyak tempat rekerasi yang memadai bagi keluarga. Mal pun sudah mampu mengakomodasi kebutuhan berlibur, mulai dari ayah, ibu, dan anak-anak. "Dengan pergi ke tempat yang nyaman, orang sestres apa pun akan bisa tersenyum dan tertawa lagi. Pikiran juga jadi lebih tenang dan segar."
Sebaliknya, jika hanya ingin berlibur di rumah saja, sangat mungkin dilakukan. Tjut sangat menyarankan, agar setiap orang memiliki hobi dalam hidupnya. Jadi, ketika berlibur di rumah saja, ia bisa mengisinya dengan mencoba mencoba resep masakan atau kue terbaru, berkebun, atau menata rumah. "Jangan sepelekan liburan. Pahamilah, liburan penting bagi kesehatan jiwa," pungkasnya.
INTAN Y. SEPTIANI
PERLUAS PERGAULAN
Manakah yang paling rentan dihinggapi stres, ibu rumahtangga atau wanita karier? Menurut Tjut, ibu rumahtangga benar-benar murni berada di rumah, namun jika ia bisa bersosialisasi dengan bagus, banyak membaca, terbuka menerima masukan dan kritikan, ia akan menjadi perempuan yang lebih baik dari wanita karier.
Sebaliknya, perempuan berkarier di kehidupan sehari-harinya sudah sering bertemu banyak orang. Namun, jika personalitinya lebih suka menyendiri, tetap saja ia akan lebih rentan stres ketimbang ibu rumahtangga. Sehingga, Tjut menyimpulkan, ditilik dari daya resistensinya, antara ibu rumahtangga dengan wanita karier bisa memiliki tingkat stres yang sama.
"Saya kira, persepsi orang saja yang berbeda mengenai keberadaan ibu rumahtangga dan wanita karier. Tapi, berdasarkan pengalaman, saya melihat justru wanita karierlah yang lebih banyak berhasil mendidik anak."
Meski waktu bertemu anak lebih sedikit, lanjutnya, kualitasnya justru lebih dalam, dibanding ibu rumahtangga yang cenderung agak cuek dengan anak karena merasa sudah bertemu setiap saat.
Padahal, "Masa tua seharusnya jadi masa paling indah. Jika gagal mendidik anak, akan susah menikmati hidup di masa tua. Jadi, frekunsi berlibur tak terlalu berpengaruh. Yang penting, berikan perhatian pada anak. Jika jarang bertemu di hari kerja, beri sentuhan, belaian dan ciuman pada anak yang sudah tidur, agar ikatan batin selalu tercipta."
Intan
FOKUS DALAM HIDUP
Agar selalu terhindar dari tekanan atau stres, menurut Tjut, setiap individu idealnya memiliki 5 fokus utama dalam hidupnya.
1. Tuhan. Hal ini tak bisa dinganggu gugat. Rajin beribadah saja tak cukup, pahami juga ibadahnya dan jangan asal memenuhi panggilan-Nya saja. Tingkatkan juga toleransi beragama.
2. Tujuan hidup. Setiap orang harus punya tujuan dalam hidupnya. Orang yang memiliki tujuan hidup, akan punya banyak teman, sahabat, dapat dipercaya dan dihargai. Ia juga lebih terbuka menerima masukan dan kritikan. Hidupnya lebih seimbang dan jauh dari stres.
3. Cita-cita. Tentukan cita-cita sedini mungkin. Jangan sampai, ketika sudah besar bingung akan menjadi apa, karena tak punya cita-cita. Bagi orangtua, arahkan anak agar punya cita-cita, tapi jangan memaksa!
4. Hobi. Apa saja hobinya, silahkan lakukan, asal positif.
5. Olah raga dan Musik. Ini penting sekali. Jika musik sudah masuk ke hobi, masukkan unsur olah raga, atau sebaliknya.
Seseorang yang memiliki ke 5 fokus ini dengan jelas, sedikit kemungkinan ia akan terkena stres. Sebab, ia akan lebih enjoy dan santai menjalani hidupnya.
Intan
KOMENTAR