Ajarkan tentang pendidikan seks dan latih ia untuk berkata "tidak" kepada orang yang mencoba menyentuh bagian-bagian tertentu dari tubuhnya.
Baik si Upik maupun Buyung tentulah belum tahu apa itu pelecehan seks, hingga ia pun tak mengerti apa dampaknya buat dirinya. Malah ia mengira, si om atau tante meraba-raba bagian tubuhnya karena sayang dan perhatian padanya. Apalagi, si pelaku biasanya lebih dulu akan merayu, entah dengan iming-iming makanan, mainan, bahkan diajak jalan-jalan. Tentu ia akan senang, hingga ia pun senang-senang saja kala diperlakukan demikian, karena ia tak mengerti. Orang tua pun tak akan tahu kalau anaknya sudah dicabuli karena tak ada keluhan apa pun darinya.
Lain hal bila anak sampai diperkosa. Karena ada penetrasi, otomatis ia merasa kesakitan hingga hal itu menjadi sesuatu yang tak menyenangkan untuknya. Sekalipun ia telah diiming-imingi hadiah. Untuk selanjutnya, bisa dipastikan ia akan berontak dan tak mau lagi diperlakukan seperti itu kala si pelaku kembali membujuknya. Bahkan, tak tertutup kemungkinan untuk mudah terdeteksi pula oleh orang tua karena si kecil pasti akan menunjukkan perilaku "aneh" semisal sering mengeluh sakit di organ kelaminnya.
Ketidaktahuan anak bahwa dirinya mengalami pelecehan seks, selain disebabkan keterbatasan kemampuan kognitifnya, menurut Alma Nadhira, Psi., juga lantaran tak ada masukan di benaknya bahwa hal itu harusnya tak boleh sampai ia alami. "Di Indonesia, kan, masih banyak yang beranggapan seks itu sesuatu yang tabu untuk dibicarakan, apalagi kepada anak balita. Bahkan, tak jarang orang tua menganggap hal seperti itu belum penting untuk diajarkan pada anak prasekolah," tutur psikolog di RS Fatmawati, Jakarta ini.
Itulah mengapa, lanjutnya, kerap terjadi pelecehan seks dan perkosaan pada anak balita yang dilakukan orang dewasa maupun anak tanggung. Sering, kan, kita mendengar ataupun membaca berita-berita tersebut? Bahkan, pelakunya tak jarang orang tua si korban sendiri, yang harusnya justru melindungi dan bukan malah mencelakakan anak. Sungguh tragis memang!
AJARKAN PENDIDIKAN SEKS
Tentu kita tak ingin hal tersebut menimpa si kecil, kan? Terlebih pada si Upik yang umumnya kerap jadi sasaran empuk si pelaku. Nah, agar si kecil terhindar dari pelecehan seks, yang pertama-tama harus kita lakukan tentulah menghapus anggapan kolot bahwa pembicaraan tentang seks kepada anak balita adalah tabu. Kalau tidak, bagaimana kita bisa mendidik si kecil agar mampu menjaga diri?
Soalnya, untuk menghindari si kecil dari pelecehan seks, mau tak mau, kita harus mengajarkannya pendidikan seks. Seperti dikatakan Nadhira, "Kita harus memberikan pada anak, masukan atau pengetahuan mengenai seks sejak dini." Tentu saja bukan pengetahuan seks mengenai hubungan intim suami-istri, melainkan lebih pada mengenalkan bagian-bagian tubuhnya yang sensitif seperti paha, dada, bokong, alat vital, dan bibir.
"Beri tahu anak bahwa bagian-bagian tersebut tak boleh dilihat dan disentuh orang lain, selain kedua orang tuanya dan tenaga medis. Bahkan, untuk tenaga medis pun harus seijin dan didampingi orang tua," terang Nadhira. Misal, "Nak, bagian-bagian tubuhmu yang ini enggak boleh dipegang oleh orang lain, ya. Jika ada orang lain yang coba-coba, katakan, kata Bunda, itu enggak boleh karena enggak baik. Kalau orang itu memaksa atau sampai menyakiti, kamu teriak saja dan langsung bilang sama Bunda atau Ayah, ya."
Selain itu, jelaskan pada si kecil apa yang dimaksud pelecehan seks. Tentu penyampaiannya harus selalu dengan menggunakan bahasa sederhana dan mudah dimengerti anak seusianya. Misal, "Nak, jika ada orang lain yang suka pegang-pegang organ tubuh kamu yang enggak boleh dipegang sama orang lain, itu namanya kamu telah dilecehkan secara seksual. Begitu juga jika ada yang mengintip kamu sedang mandi."
Kemudian, tekankan padanya bahwa selain orang asing, bisa juga orang yang dekat dengannya akan melakukan pelecehan seks tersebut, "Nak, yang bisa melakukan pelecehan seksual itu bukan hanya orang asing melainkan juga orang-orang yang ada di dekat kamu, entah guru, teman, ataupun saudara. Jadi, walau mereka kamu kenal, tetap tak boleh melakukan hal tersebut kepada kamu. Jika ada yang berbuat begitu, bilang, ya, sama Bunda atau Ayah." Di akhir penjelasan selalu tekankan agar ia bilang pada orang tua jika mengalami hal tersebut.
LATIHAN MENOLAK
Berikutnya, ajarkan untuk mengatakan "tidak" jika ada orang yang melecehkannya. "Untuk itu ia harus dilatih refleksnya guna menolak jika ada yang akan melakukan pelecehan seksual padanya." Misal, "Kalau ada yang ngasih permen kepada kamu dengan syarat dipegang-pegang, kamu gimana? Bilang, enggak mau, gitu, ya?" Atau, "Jika ada orang yang pegang-pegang kamu, kamu gimana? Teriak, ya?"
Tentu saja tak hanya sekadar berkata-kata, tapi harus disertai praktek. "Orang tua memegang paha atau bagian tubuh sensitif lainnya, lalu bilang padanya, 'Kamu harus ngapain jika dibeginikan sama orang lain selain Bunda dan Ayah?' Jika anak mengatakan, 'Aku akan bilang padanya bahwa kata Bunda itu tidak baik dan kalau memaksa aku akan teriak dan bilang sama Bunda dan Papa.', berarti latihannya berhasil."
Setelah anak lancar dengan latihan tersebut, kita bisa melakukan hal tersebut tapi secara mendadak tanpa diketahui anak untuk melihat reaksinya. Jika ia menunjukkan reaksi penolakan seperti saat latihan pertama, itu pertanda ia sudah cukup siap dan akan menolak jika dirinya hendak dijadikan korban pelecehan.
Tentunya latihan ini harus dilakukan secara konsisten, kontinyu, dan dalam suasana yang menyenangkan anak layaknya sedang bermain. "Kalau tidak, bisa-bisa apa yang kita ajarkan padanya akan percuma saja. Anak akan merasa bosan atau beralih ke hal yang lain," bilang Nadhira.
DAMPAK PADA ANAK
Orang tua pun harus bisa menjadi contoh bagi anak, yaitu dengan tak melakukan hal tersebut pada keponakan atau anak teman. Sekalipun kita tak bermaksud melakukan pelecehan seks, melainkan hanya bergurau, misal. Jika hal ini kita abaikan, anak pun akan menghujani kita dengan kritik dan pertanyaan, "Pa, katanya itu enggak baik. Kok, Papa pegang-pegang paha Kakak itu. Kan, dia bukan anak Papa," misal. Akhirnya, bukan tak mungkin anak akan menganggap jika ada yang berlaku demikian padanya adalah hal yang wajar dan biasa sebab orang tuanya pun suka melakukan hal tersebut pada saudaranya atau teman-temannya. Celaka, kan?
Ingat, lo, dampak dari pelecehan seks yang dialami anak amatlah besar. Meskipun biasanya anak akan merasakan itu setelah ia besar nanti, entah kala duduk di SMP atau SMA. Bukankah saat itu biasanya ia akan tahu dari berbagai informasi bahwa hal tersebut adalah tidak baik? Jika diketahuinya saat itu, jelas Nadhira, bisa jadi si anak akan merasa syok atau malah trauma, karena ia sadar bahwa apa yang pernah dialami sewaktu kecil adalah sesuatu hal yang harusnya tak dia alami. "Ekstremnya, ia bisa saja merasa bahwa dirinya telah ternoda, hina, kotor, dan sebagainya. Bahkan, ia bisa menyalahkan kebodohan dirinya itu dan akhirnya merembet ke hal-hal yang lain. Misal, enggak mau menikah, mendendam terhadap lawan jenis, frigid, atau malah berkembang jadi penyakit mental."
Gazali Solahuddin.
KOMENTAR