Kegamangan ini sebaiknya disikapi dengan menghindari curhat atau meminta pendapat orang lain, termasuk teman. Biasanya, teman akan sangat membela Anda karena emosinya ikut bermain sehingga masalah bertambah rumit.
Kasandra justru menyarankan untuk mendatangi psikolog yang akan membantu menganalisis persoalan rumah tangga agar Anda bisa memutuskan jalan hidup selanjutnya. "Psikolog yang baik seharusnya tidak memutuskan apapun pada persoalan klien," ucapnya.
Lantas bagaimana jika istri memutuskan menerima suami kembali? Kuncinya adalah memaafkan dan melupakan. Sulit memang, apalagi kebanyakan wanita masih mengingat kelakuan buruk suaminya dan meluapkannya lewat emosi yang negatif. Intinya, jika berani menerima kembali, terimalah ia dengan sepenuh hati dan ikhlas. Kalau memutuskan berpisah, selesaikan baik-baik.
Jika berniat membuat perjanjian agar suami tidak berselingkuh kembali, buatlah perjanjian baik secara hukum di hadapan notaris atau sekadar komitmen. Misalnya, jika suami berselingkuh lagi, istri berhak mengajukan cerai dan semua harta akan jatuh ke tangan istri. Perjanjian dengan kondisi yang seberat-beratnya diharapkan mampu menahan pihak yang berselingkuh untuk tidak berselingkuh lagi.
Namun apapun isi perjanjian sebaiknya disepakati bersama. Perjanjian ini dibuat semata-mata agar perasaan istri lebih nyaman. Yang harus diingat, kenyamanan tidak bisa selalu diukur dengan uang. "Jadi dalam hal ini, perjanjian hukum pun bukan merupakan solusi akhir," pungkas Kasandra. Apalagi kondisi sistem hukum di Indonesia yang membahas mengenai perselingkuhan belum kokoh.
Ester Sondang
KOMENTAR