Beberapa bulan lalu, seorang murid yang dikeluarkan dari sekolah karena terbukti mencemarkan nama baik salah seorang guru melalui status Facebook-nya. Atau ketika seorang anak dari penyanyi terkenal mendadak "terkenal" juga ketika ia tak segan mengungkapkan kegundahan hatinya di Twitter dan menjadi bahan lelucon di dunia maya.
Anda pasti tidak ingin hal ini menimpa anak Anda, kan? Oleh karena itu, awasi anak saat menggunakan media sosial. Namun bagaimana caranya agar orangtua tak mengekang kebebasan ekspresi anak?
Jangan Dilarang
Pertanyaan pertama yang NOVA ajukan pada Psikolog Anak FAME Consultant Anita Chandra, M.Psi., adalah pada usia berapa anak sudah boleh memiliki akun media sosial seperti Facebook, Twitter, dan sebagainya?
Menurut Anita, tidak ada batasan usia yang jelas kapan seorang anak memiliki akun media sosial. Yang menjadi masalah adalah pemanfaatan media tersebut bagi anak secara pribadi. "Mungkin akan lebih baik ketika anak sudah masuk dunia remaja, 12 tahun misalnya. Dan, itu pun harus dalam pengawasan orangtua."
Jangan pernah melarang anak berhubungan dengan dunia maya. Itu justru akan semakin membuatnya penasaran dan berusaha keras mencari tahu ke orang atau tempat lain. Apalagi media sosial sangat mudah diakses melalui handphone. Takutnya, ketika mereka datang pada orang yang tidak tepat, mereka salah memahami dan memanfaatkan media sosial itu. Ini juga akan menjadi masalah orangtua untuk menambah wawasannya dalam mengenal dunia anak, lho.
Tahu dari Orangtua
Yang harus dipahami setiap orangtua ketika anaknya ingin membuat akun di media sosial, mereka harus menjadi orang pertama yang mengenalkan apa itu media sosial kepada anak. Oleh karena itu, penting sekali bagi para orangtua untuk mengikuti perkembangan teknologi, supaya mereka juga tahu apa yang baik dan tidak dalam dunia maya. Bekal inilah yang kemudian mereka bagikan kepada anak.
Selanjutnya, Anda mungkin tidak memiliki akun jejaring sosial apapun, tapi ketika anak Anda sudah beranjak dewasa, tak ada salahnya Anda membuatnya. Setelah itu, bertemanlah dengan anak Anda di media sosial tersebut. Orangtua juga wajib tahu password akunnya sehingga bisa mengontrol siapa saja yang berteman di dunia virtual dengan buah hati.
Semakin ia besar, tentunya Anda tidak bisa kan berada di sampingnya setiap hari selama 24 jam. Nah, dengan berteman dengan anak di jejaring sosial, tanpa anak sadari, Anda tetap bisa mengawasinya.
Cara Menegur
Pernahkah Anda membaca wall anak di Facebook dan menemukan ia sedang bermesraan dengan pacarnya dengan cara yang tidak pantas? Pernyataan "What's on your mind..." yang terdapat di wall Facebook memang memancing anak untuk menuliskan apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan. Dan, tidak sedikit dari pernyataan anak itu yang memancing reaksi teman-teman lain. Ada yang positif dan bahkan ada yang sampai menimbulkan pertengkaran.
Jika hal ini terjadi pada anak Anda, lakukanlah hal berikut:
1 Menyadarkan anak bahwa media sosial bersifat terbuka. Caranya, Anda bisa menegur halus menggunakan simbol tertentu (smile icon atau lainnya) atau memberi komentar netral sekadar untuk menandakan kehadiran Anda tanpa menyinggung perasaan dan harga diri anak. Harapannya anak sadar kalau orangtuanya "Hadir" di dunia tersebut dan ke depannya anak bisa menjadi lebih berhati-hati.
2 Saat anak sedang saling memaki dengan seseorang di media sosial, orangtua bisa tiba-tiba hadir di antara mereka dan berpura-pura tidak mengerti (playing dumb) apa yang terjadi. Misalnya, orangtua ikut berkomentar dengan berpura-pura tidak menangkap maksud pembicaraan Si Anak dan temannya. "Wah, ada apa dengan dunia, ya?" Ini juga bisa dijadikan orangtua sebagai teguran halus kepada anak.
3 Jika sudah terlalu berisiko, orangtua dapat melakukan teguran langsung yang sifatnya personal melalui pesan singkat (SMS) atau telepon. "Tadi Mama baca wall kamu, kamu sedang memaki-maki orang. Kok, kamu begitu sih, sayang? Memangnya ada apa?" atau "Dek, jangan 'sayang-sayangan' sama pacar di Facebook kayak begitu, ah. Enggak pantas dibaca orang. Kamu, kan, gadis baik-baik, memang kamu enggak malu?" Pesan langsung orangtua itu diharapkan bukan sesuatu yang menghakimi, tapi lebih bersifat bertanya atau mengklarifikasi.
4 Dalam kehidupan sehari-hari, terus ingatkan anak kalau dunia maya itu bersifat umum dan hal-hal yang bersifat pribadi atau sesuatu yang kasar tidak pantas disebarkan di media sosial.
5 Selalu membangun situasi yang nyaman pada saat ingin memberikan masukan pada anak. Oleh karena itu, bicaralah pada waktu yang tepat.
6 Ajarkan untuk meregulasi emosinya. Misalnya relaksasi ketika marah atau tidak melakukan apapun ketika sedang emosi, karena hasilnya pasti negatif.
Arahkan Anak
Arahkanlah anak untuk memanfaatkan media sosial dengan cara yang positif, misalnya bergabung dalam grup hobi atau klub yang sesuai dengan mata pelajarannya (misalnya, klub matematika). Dengan begitu, ketika mereka berselancar di dunia maya, pikiran mereka hanya berpusat pada hal-hal positif.
Nah, banyak anak remaja yang menorehkan namanya di media sosial bukan dengan nama sebenarnya. Ketika mengetahui hal ini, orangtua jangan lantas memarahinya. "Kenapa kamu menamai namamu di Facebook seperti itu?", misalnya. Pertanyaan ini bisa menjadi momen bagi Anda untuk lebih mengenal perilaku, sifat, karakter, dan harapan anak lebih dalam.
Intinya, jangan terlalu membatasi anak. Karena media sosial adalah salah satu cara menunjukkan ekspresi, jati diri, dan kreativitas mereka.
Ester Sondang / bersambung
KOMENTAR