Di usia batita, rasa jijik bisa dikategorikan rasa takut. Jangan anggap remeh karena lama-lama ia bisa mengalami phobia dan krisis kepercayaan diri.
Mungkin Ibu-Bapak pernah mengalaminya. Kala disodorkan suatu objek, si kecil menolak dengan alasan jijik. Padahal, objek tersebut sebenarnya tak menjijikkan. Pasir atau tanah, misal. Bukankah umumnya anak kecil suka sekali bermain pasir maupun tanah?
Menurut Nisfie M.H. Salanto, S.Psi., pada batita, rasa jijik segaris dengan rasa takut. "Jijik atau geli yang dimaksud si batita adalah ia mau menghindari suatu objek karena ketidaknyamanan. Jadi, bisa dikategorikan sebagai rasa takut juga," terang psikolog yang jadi mitra kerja di Divisi Klinik dan Layanan Masyarakat pada Lembaga Psikologi Terapan UI ini.
TAHAP MENUJU DEWASA
Derajat rasa takut, terang Nisfie lebih lanjut, berbeda dalam tiap tingkatan usia. Emosi paling primitif yang dimiliki manusia ketika usia bayi adalah takut jatuh dan takut suara keras, karena sebelumnya ia tak ada pengalaman dengan lingkungan. Seiring waktu berjalan, ketika usia 6-10 bulan, ia dapat mengenali wajah orang hingga mulai timbul rasa takut terhadap wajah yang tak dikenalnya.
Masuk usia setahun, rasa takutnya lebih kuat karena ia sudah lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan. Bukankah usia ini merupakan usia eksplorasi yang membuat anak suka menjelajah ke mana-mana? Alhasil, rasa takutnya lebih variatif; ia mulai takut hantu, takut bayangan, termasuk takut pada objek-objek seperti pasir, makanan lembek, kecoa, dan benda-benda lain yang membuatnya merasa tak nyaman.
"Rasa takut pada batita merupakan salah satu jenis emosi yang dominan. Jadi, wajar-wajar saja karena termasuk tahapan menuju kedewasaan," ujar Nisfie. Artinya, ketika berinteraksi dengan lingkungan, si kecil akan belajar bagaimana harus bereaksi menghadapi situasi tertentu dengan sewajarnya.
Itu sebab, tak jadi soal bila reaksi pertama ketika melihat sesuatu yang tak nyaman adalah penghindaran. Sebab, dalam dirinya ada rasa panik, tapi bukan heboh, lo, hanya berbentuk jeritan yang tertahan. "Setelah itu, biasanya dikuti kejadian seperti berlari, menangis, bersembunyi atau ia sama sekali enggak mau dekat-dekat lagi dengan objek itu."
Hal ini berkaitan pula dengan keterbatasan pemahaman konsep, ditambah kosa katanya yang masih terbatas membuat si kecil sulit mengungkapkan perasaannya. Hingga, yang terjadi adalah perilaku penghindaran.
ANEKA PENYEBAB
Tentunya, kadar rasa takut/jijik pun berbeda-beda pada tiap anak. Menurut Nisfie, hal ini berkaitan dengan sejumlah faktor, di antaranya:
* Pembiasaan
KOMENTAR