Benar saja, Alexandra ditemukan sudah tak bernyawa dengan tubuh bagian atas terlihat habis mendapatkan tindak kekerasan. Polisi menetapkan, Alexandra tewas akibat trauma oleh benda tumpul.
Selanjutnya, Clayton ditangkap polisi pada jarak 4.100 mil jauhnya atau tepat berada di perbatasan antara Amerika Serikat menuju Kanada, untuk melarikan diri. Kepada polisi Clayton mengaku, "Ya, saya telah membunuh pacar saya. Tapi saya tidak mabuk. Saya hanya membentak dia saja,,."
Clayton mengaku, ia berdebat dengan Alexandra tentang "hal-hal bodoh", kemudian mereka mulai mendorong satu sama lain. Pertarungan pun meningkat. '"Dia tak akan berhenti mendorong saya, jadi saya mulai meninju dia," katanya. "Saya terus memukul dia berulang kali dengan tinju saya."
Clayton juga mengatakan, masih sempat melihat Alexandra bernapas, kemudian napasnya mulai terdengar tak teratur dan tersedak-sedak. Selanjutnya, Clayton meraih alat pengeriting rambut milik Alexandra lalu memukulinya lagi sampai suara napas kekasihnya itu tak terdengar lagi.
"Saya tak ingin gadis yang saya cintai menderita lebih lama...," katanya, seolah-olah ia melakukan hal itu sebagai tindakan kebaikan. Setelah ditangkap, Clayton didakwa dengan pasal penganiayaan berat dan pembunuhan. Dan pada akhir pekan lalu ia pun divonis hukuman penjara selama 25 tahun.
Pada sidang sebelumnya, Mei 2014 lalu, tim pembela Clayton sempat mengatakan kliennya tak bersalah atas tindak pembunuhan tingkat dua yang dilakukannya. Lantaran Clayton adalah korban tindak kekerasan berat ayah kandungnya yang emosional dan kasar dan selalu menghukumnya secara fisik.
Trauma masa kecil itulah yang telah membuat Clayton bersikap agresif terhadap kekasihnya. Pembela meminta hakim merendahkan masa hukuman untuk Clayton. Namun jaksa menolak argumen tersebut dan mengatakan Clayton terbukti telah melakukan pembunuhan dan kekerasan dalam rumah tangga.
Sementara itu, Alexandra dimakamkan di tanah kelahirannya, kota New Hartford. Ratusan teman dan keluarga datang melayat untuk memberi penghormatan terakhir kepada gadis cantik itu. Mereka menggunakan pita ungu saat mengantar peti jenazah Alexandra memasuki liang lahat, sebagai bentuk perhatian atas kematian terhadap wanita akibat kekerasan dalam rumah tangga.
Intan Y. Septiani/Tabloidnova.com
SUMBER: MIRROR
KOMENTAR