SISI POSITIF
Di lain pihak, lanjut Boyke, kekhawatiran ini sebenarnya bisa bermakna positif. Tiap individu yang mencintai suami/istrinya pasti khawatir pasangannya tak mencintai dirinya lagi. Hingga bila dimanfaatkan secara benar, kekhawatiran ini bisa jadi "alat" untuk mempertahankan cinta pasangannya. Dengan senantiasa berusaha menjaga penampilan diri dan kehangatan cintanya sekaligus meredam kekhawatirannya.
Dalam ikatan perkawinan, tegas Boyke, yang dibutuhkan suami maupun istri sebenarnya bukan hanya daya tarik lahiriah atau kecantikan fisik belaka.
Melainkan juga kecantikan batiniah atau inner beauty seperti rasa aman bahwa suami bisa "menitipkan" pengasuhan anak-anak di tangan seorang ibu yang baik. Suami merasa dihargai sebagai kepala keluarga dan mendapat apresiasi yang baik, hingga senantiasa terpanggil kembali ke keluarga membawa hasil jerih payahnya. "Itu semua saya kira lebih penting daripada sekadar kecantikan fisik saja," ujar Boyke.
Mereka yang perkawinannya tak terlalu didasari ikatan cinta yang kuat, biasanya sering diliputi rasa cemas tadi. Terlebih bila dibangun hanya atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang bersifat lahiriah semisal, "Aku mau jadi istri/suaminya karena dia ganteng/cantik, sih." Bila itu yang dijadikan alasan, maka biasanya cinta pun akan berlalu dengan memudarnya daya tarik lahiriah itu sendiri. Sebaliknya, mereka yang perkawinannya dibangun atas rasa cinta yang kuat dan saling pengertian yang mendalam, biasanya akan lebih mampu bertahan saat menghadapi tantangan-tantangan yang melanda perkawinan mereka.
JANGAN PERNAH MENCELA
Untuk meredam kekhawatiran seputar daya tarik/kemampuan seksual baik pada suami maupun istri, tukas Boyke, "Solusinya enggak susah, kok, meski barangkali terdengar klise." Yakni dengan memberi/menunjukkan perhatian dan cinta kasih kepada pasangan. Tepatnya dengan selalu menunjukan penghargaan berupa pujian tulus atas segala bantuan dan jerih payahnya bagi keluarga. Selain pengakuan bahwa kita memang membutuhkan kehadiran dan kehangatan cintanya. "Saya yakin kalau hal-hal positif semacam itu dikomunikasikan, istri/suami pasti tak perlu merasa khawatir atau malah terancam."
Sebaliknya, segala bentuk komentar yang bernada menghina/melecehkan dipastikan akan menjatuhkan atau malah merusak harga diri pasangan. Itu sebab, saran Boyke, sedapat mungkin tahan keinginan untuk mencela penampilan pasangan. Semisal, "Ayah, kok, sekarang gendut kayak sapi bengkak!" Atau, "Dandanan Mama, kok, norak banget, sih!" Padahal semua bentuk hinaan/ejekan/pelecehan tadi justru mendorong individu yang dijadikan sasaran pelecehan tersebut melarikan diri pada hal-hal yang tidak rasional tadi.
Celakanya, bukan cuma itu dampak buruknya karena individu yang bersangkutan biasanya akan membentuk mekanisme pembelaan diri. Di antaranya, menumbuhkan rasa tidak suka atau malah memudarkan kadar cinta pada suami/istrinya. Istri yang selalu dihina, misal, biasanya menunjukkan reaksi mogok alias enggan melakukan hubungan suami-istri karena rasa malu, selain karena memang tidak bisa menikmati hubungan itu sendiri. Di dalam pikirannya sudah terbentuk pemikiran, dirinya memang tak lagi menarik secara seksual, hingga tak bisa membuat pasangannya terangsang. Dengan kata lain, semua bayangan negatif tadi akhirnya jadi kenyataan. "Jadi runyam, kan? Padahal, tujuan kita sebenarnya justru ingin menarik perhatian pasangan secara seksual," imbuh Boyke.
Begitu juga dengan suami. Pria yang dicekam kekhawatiran bahwa dirinya tak perkasa umumnya cenderung akan menutup diri/menjaga jarak selain berkurang kadar kehangatannya. Sama seperti istri, suami pun kian ogah melakukan hubungan seks. Bisa jadi, keengganan itu karena minimnya rasa percaya diri yang kemudian membuat suami takut memulai hubungan intim karena belum-belum sudah dibayangi kegagalan. Mereka khawatir tak bisa membahagiakan pasangan.
KEINGINAN COBA-COBA
Ironisnya, aku Boyke, dalam kondisi terpuruk seperti itu bukan tidak mungkin justru muncul angan-angan untuk mencoba mencari kehangatan/kepuasan dengan wanita lain. Terutama kalau si suami betul-betul tak berdaya alias impoten setiap kali berhubungan dengan istrinya. Semisal, "Masak iya, sih, aku selalu gagal setiap kali berhubungan? Siapa tahu dengan perempuan lain malah enggak." Celaka, kan?
KOMENTAR