Memang, sih, sebaiknya alat bermain dipasangkan stiker yang mencantumkan mainan tersebut untuk anak usia berapa. Dengan demikian, orang tua jadi tahu persis, manakah mainan yang cocok untuk anaknya. Soalnya, ukuran dan proporsi mainan untuk anak balita akan berbeda dengan anak usia di atasnya. Hingga, bila dimainkan oleh anak yang usianya tak sesuai, akan berisiko terjadi kecelakaan. Sebaiknya, mainan untuk anak balita memiliki ketinggian tak lebih dari satu meter.
Alangkah baiknya jika para pengawas dari pihak pengelola tempat bermain pun tanggap dan mau menegur secara baik-baik jika melihat ada anak yang memainkan mainan bukan untuk anak seusianya. Namun karena kita tak bisa berharap banyak dari mereka, mau tak mau, kitalah yang harus lebih memperhatikan si kecil. Malah, kita juga bisa mengajari si kecil menjaga keamanan bagi dirinya sendiri. Antara lain, ajari untuk tak berlaku kasar di tempat bermain, semisal tak mendorong temannya saat bermain; kalau ingin bermain panjat-panjatan, ia boleh melakukannya hanya bila tak ada anak lain di depannya; begitupun bila ingin main seluncuran, ajarkan untuk mendaratkan kedua kakinya dengan baik. Katakan pula agar ia tak meninggalkan dan menaruh sembarangan barang bawaannya seperti tas atau mainannya di dekat tempat bermain karena bisa membuat anak lain tersandung dan jatuh.
Bila si kecil bermain di tempat terbuka semisal taman-taman umum, katakan padanya agar tak menggunakan seluncuran bila dalam keadaan basah karena licin dan berbahaya. Begitu pula bila hari panas, karena alat bermainnya tentu tak nyaman, anak bisa kepanasan. Jadi, sebaiknya pegang dulu alat bermain itu sebelum digunakan, apakah memungkinkan atau tidak untuk digunakan.
Satu hal lagi, dalam bermain usahakan anak memakai baju yang tak bertali. Soalnya, baju bertali bisa mengundang bahaya bila tersangkut atau terikat pada alat bermain. Selain itu, sebaiknya gunakan baju yang tak tebal dan berwarna cerah untuk menghindari risiko dari sinar matahari jika bermain di tempat terbuka.
Aneka Tempat Bermain
Tempat bermain, terang Adi Tagor, merupakan lingkungan sosial kedua setelah tempat tinggal, terutama kamar tidur dan ruang keluarga. "Lingkungan pertama yang terbaik bagi anak, itu, kan, lingkungan keluarga. Makanya, sebanyak mungkin harus tersedia waktu berkumpul antar seluruh anggota keluarga, terutama ayah, ibu, dan anak."
Ada beberapa jenis tempat bermain, yaitu:
1. Tertutup dari masyarakat umum.
Tempat bermain ini bisa indoor (dalam ruangan), bisa juga outdoor (di luar ruang). "Misal, rumahnya besar, mungkin ada ruang bermain khusus di dalam rumah." Bisa juga tempat bermainnya di halaman, tapi untuk anak balita harus berpagar.
2. Terbuka untuk masyarakat (komunal).
Ada yang untuk masyarakat tertutup, seperti, TK, playgroup, dan sejenisnya. "Jadi,hanya untuk keanggotaan dengan diterapkan sistem keanggotaan, semisal membayar dengan cukup relatif mahal." Sedangkan yang untuk masyarakat terbuka (umum) adalah tempat bermain di mal, supermarket, ataupun taman-taman umum.
Tentu saja, dibanding tempat bermain umum, sistem pengontrolan di tempat bermain untuk masyarakat tertutup lebih ketat terhadap, misal, kondisi kesehatan anak, perkembangan sosialisasi maupun ketangkasan anak yang disesuaikan lingkungan fisiknya. Selain itu, mainannya pun bersifat edukatif dan sesuai usia anak, yaitu usia 2-5 tahun. Bahkan, ada pula mainan untuk usia bayi semisal di "sekolah-sekolah" bayi. Kelebihan lain, biasanya ada tenaga ahlinya semisal psikolog dan tenaga-tenaga khusus lain (guru).
Dedeh Kurniasih/nakita
KOMENTAR