Kita bisa, lo, membuat bola dari kain. "Kainnya diringkes-ringkes lalu dimasukkan ke dalam kain yang lebih besar, begitu seterusnya sampai membentuk sebuah bola yang kita inginkan," tutur Mitha. Jangan salah, bola dari kain juga bisa ditendang-tendang dan dilempar. Jadi, fungsinya hampir menyerupai bola biasa.
Malah, bola kain ada kelebihannya, bisa kita manfaatkan untuk mengenalkan aneka perbedaan tekstur bahan pada si kecil. "Ketika membuat bola dari bahan sutra, misal, kita bisa memberi tahu apa yang dirasakan karena anak takkan belajar bahwa kain sutra itu halus bila kita hanya menggeletakkannya." Jadi, sambil kita beri tahukan bahwa bolanya halus, kita usap-usapkan bola itu ke pipi atau tangannya. Hingga, ia memperoleh gambaran, "Oh, yang namanya halus itu kayak gini, toh."
Gaya Main
Di usia batita, jelas Mitha, gaya mainnya masih pararel. Maksudnya, meski si kecil bermain bersama teman-temannya, tapi sebenarnya masing-masing bermain sendiri. Misal, yang satu pegang bola hijau, yang lain pegang bola oranye, lainnya lagi bola merah, dan seterusnya.
Walau begitu, menurut Mitha, kita bisa, kok, mengajari si kecil bermain bersama teman-temannya. Misal, "Coba Adek gelindingkan bolanya ke Susi.", atau, "Ayo, Adek lari ke sana, lalu bola kasih ke Iwan, ya." Kita pun bisa membuat aturan, misal, tak boleh saling berebut bola. Terlebih, anak usia batita masih "gemar" main rebut. Katakan, misal, "Kalau Susi lagi pegang bola, Adek diam saja di sini, enggak boleh ngerebut. Nanti kalau Susi sudah melempar bolanya ke Adek, baru Adek boleh mengambilnya, ya."
Namun dalam memberi peraturan jangan terlalu rumit, lo. Misal, "Pokoknya, kalau bola keluar dari garis putih, jadi out, ya." Soalnya, permainan dalam arti games baru bisa dilakukan setelah anak agak besar, usia 5 tahun, misal. Sementara di usia batita, bermain bola lebih untuk mengembangkan motorik kasar-halusnya, seperti bagaimana cara menendang/melempar/ menangkap bola dengan benar.
Faras Handayani/nakita
KOMENTAR