INGATKAN KAKEK-NENEK
Yang mesti diwaspadai, jika anak kita merupakan cucu kesayangan. Soalnya, si kakek-nenek biasanya kelewat memanjakan. Hingga, kita jadi repot karena setiap kali anak kembali ke rumah, kita harus meluruskan sekaligus menegakkan disiplin yang selama ini sudah berjalan. Anak pun jadi bingung melihat di rumahnya sangat disiplin sementara di tempat kakek-neneknya longgar sekali, "Kok, enakan di rumah Kakek-Nenek, ya, aku boleh makan permen, es krim, boleh nonton TV sepuasnya." Hingga, ia mau ke rumah beliau hanya lantaran alasan-alasan tersebut. Ini jelas tak baik karena merugikan anak untuk jangka panjang.
Hati-hati, lo, Bu-Pak. Si Kecil akan tumbuh jadi anak yang sangat manja. "Ia pun akan kerap cari pelarian di rumah kakek-neneknya. Bukankah di rumahnya enggak enak?" bilang Mitha. Tak hanya itu, "ia juga tak pernah belajar menahan keinginan, menunda, serta membedakan mana yang kebutuhan dasar dan sekadar keinginan. Bukankah kalau ia tak mendapat dari orang tuanya, ia tinggal minta sama kakek-neneknya dan pasti dapat? Akibatnya, kalau ia sudah menginginkan sesuatu, tak bisa ditawar-tawar lagi: harus dapat sekarang juga!" Celaka, kan?
Bukan berarti kakek-nenek tak boleh memanjakan cucu, lo. Kalau cuma sesekali tentu tak jadi soal, semisal ulang tahun atau pada hari raya maupun kesempatan khusus seperti naik kelas atau si kecil jadi juara lomba. Dengan demikian, kita perlu memberi tahu beliau untuk bersikap sewajarnya saja terhadap cucu. Kemudian, agar beliau tak terlalu mengistimewakan si kecil, kita pun perlu mengingatkan bahwa masih ada cucu-cucu lain yang juga ingin mendapat perhatiannya, sambil tetap mengapresiasi penghargaan dan terima kasih kita.
Sekalipun beliau mertua, menurut Mitha, sah-sah saja kita "menegur"nya. Yang penting, bagaimana cara kita ngomongnya. "Kalau kita bisa membuat kalimat-kalimat yang efektif tanpa harus menyinggung perasaan beliau, sebenarnya, kan, enggak masalah," tutur lulusan Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran, Bandung ini. Misal, kita enggak senang si kecil yang terbiasa tidur siang lantas merdeka kala menginap di rumah kakek-neneknya. Nah, kita bisa bilang, "Ma, saya khawatir si Adek akan rewel nanti malam kalau enggak tidur siang. Apalagi selama ini kami juga sudah membiasakannya tidur siang. Jadi, biarin aja, deh, Ma, dia tidur siang."
Jadi, tekankan pada kekhawatiran kita bahwa kalau kebiasaan itu dihilangkan, akan merusak ritmenya. Jikapun si kecil tak mau tidur siang lantaran ada hal-hal lebih mengasyikkan, tapi bentuk penggantinya harus berupa kesenangan di tempat tidur atau kegiatan yang sifatnya istirahat. Kita boleh, kok, melakukan modifikasi atau penyesuaian di sana-sini, tapi aturan-aturan tetap harus jalan.
Namun jika beliau memang tipe mertua yang susah diintervensi menantu, saran Mitha, "Bicarakan dengan pasangan agar ia yang menyampaikan kepada orang tuanya." Bukankah ayah dan ibu punya tanggung jawab sama untuk meluruskan hal-hal yang tak pada tempatnya?
JANGAN TANAMKAN BENCI
Menurut Mitha, orang tua sepatutnya membiarkan anak dekat dengan siapa saja karena akan memperkaya kehidupan anak. Arisan dan pertemuan keluarga, misal, sebetulnya bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk menjalin keakraban di antara kerabat, terutama mendekatkan si kecil dengan saudara-saudara sepupu maupun keluarga besarnya. Selain, untuk mengantisipasi kalau-kalau kelak mereka sudah besar tidak pacaran dengan saudara dekat, misal. Anak pun jadi belajar bertemu orang dan situasi baru, hingga tak kuper alias kurang pergaulan.
Sekalipun hubungan kita dengan orang tua/mertua enggak bagus, "jangan sampai anak terkontaminasi oleh memburuknya hubungan ayah-ibu dengan kakek-nenek." Jikapun si kecil tahu lantaran mendengar dari orang lain semisal om-tantenya, kita wajib membantu ia memilah-milah dengan tak memberi penilaian buruk. Bukan berarti kita harus berpura-pura menutupi kejelekan kakek-nenek, lo. "Sampaikan saja faktanya dan bagaimana kita menyikapi fakta itu secara positif, tapi tanpa disertai rasa tak suka atau emosi berlebihan."
Pendeknya, kita tak boleh menanamkan kebencian atau kedengkian pada si kecil terhadap kakek-neneknya, melainkan harus mengupayakan terus agar si kecil memperoleh imej positif tentang kakek-neneknya. Meski si kakek-nenek termasuk orang yang bertemparamen kasar dan kurang menyenangkan, misal, kita tetap harus selalu berupaya menetralisir keadaan. Namun kita boleh melakukan penghindaran, lo, salah satunya dengan berjauhan fisik. Artinya, kita berkunjung hanya pada waktu-waktu tertentu saja semisal ulang tahun, hari raya, dan hari istimewa lain. Ini lebih baik ketimbang sering datang tapi saling cuek atau malah ribut. Ingat, lo, si kecil di masa balita ini lagi kuat-kuatnya meniru. Nah, jika ia sampai meniru hal-hal jelek dari pertemuan tersebut, kan, celaka.
Bila diluar waktu-waktu tersebut si kecil minta ke rumah kakek-neneknya, sebaiknya kita telepon dulu untuk memberitahukan hal tersebut dan menanyakan apakah beliau tidak sedang repot, misal. Jika beliau berkenan, cukup kita antarkan saja si kecil dan menjemputnya lagi kemudian saat ia mau pulang. Tentu saja, agar tak memunculkan friksi baru, kita pun harus mengerem kunjungan ke rumah kakek-nenek yang kebetulan memiliki kedekatan dengan si kecil.
KOMENTAR