Warnanya juga tak harus disesuaikan dengan warna rumah. Bila rumah berwarna soft, misal, tak berarti ruang bermain anak tak boleh warna ngejreng. "Justru ruang bermain yang colourful amat sesuai untuk usia balita," katanya. Namun setelah anak memasuki usia sekolah atau beranjak besar, warna tersebut hendaknya diubah. "Kalau tidak, malah terlalu fancy dan tak lagi sesuai dengan anak."
Yang penting, kata Maman lagi, anak sebaiknya dilibatkan dalam pemilihan warna ruang bermainnya. Ingat, lo, Bu-Pak, bukankah ruang bermain merupakan ruang khusus buat si kecil? Jadi, beri ia kebebasan untuk menentukan pilihan warnanya, agar ia betah bermain di sana. Lain hal untuk ruang lain, tentu tak harus mengikuti selera si kecil. Sebab, masing-masing ruang punya fungsi sendiri.
SESUAIKAN KEBUTUHAN
Tentunya, selain disesuaikan usia, ruang bermain juga harus tepat guna. Jangan hanya karena merasa mampu, kita lantas membelikan segala mainan tanpa melihat kegunaannya bagi si kecil. Misal, ada playstation di ruang bermain anak batita. "Ini, kan, sama sekali tak bermanfaat. Justru kita harus menumbuhkan hal-hal positif seperti membaca," bilang Maman.
Bila memang mampu, sarannya, belikan atau sediakan media yang berguna buat anak semisal papan tulis besar sekaligus perlengkapannya agar anak bisa menyalurkan "hobi"nya corat-coret. Bukankah di usia batita, anak lagi gemar-gemarnya mencoret-coret? Nah, daripada si kecil corat-coret dinding, lebih baik, kan, dia salurkan kegemarannya itu di papan tulis atau white board.
Dalam bahasa lain, "isi" ruang bermain haruslah disesuaikan tingkat perkembangan anak. Hingga, ruangan tersebut bukan hanya sekadar tempat bermain untuk anak, melainkan juga untuk menumbuhkembangkan seluruh aspek-aspek perkembangannya. Itulah mengapa, tegas Maman, seorang arsitek juga dituntut memahami perkembangan anak dari tahun ke tahun.
Yang tak boleh dilupakan, pesan Maman, otak anak batita lagi giat-giatnya bekerja. "Ibarat sebuah disket kosong, bila di-download dengan software yang bagus, hasilnya pun akan baik. Saat inilah yang sebetulnya merupakan kesempatan paling baik bagi orang tua untuk memasukan doktrin atau nilai-nilai kehidupan yang baik pada anak. Jangan khawatir anak akan melupakannya begitu saja, karena semua yang didapat akan melekat pada memorinya, apalagi daya ingat anak usia ini sangat luar biasa."
JANGAN LUPAKAN PERPUSTAKAAN
Untuk mengoptimalkan kemampuan anak, Maman menyarankan agar di ruang bermain tak hanya tersedia mainan, melainkan juga buku-buku. "Anak usia ini, kan, biasanya sudah dikenalkan dengan buku cerita. Jadi, bila mungkin sediakan juga ruang baca saat merancang ruang bermain."
Biasanya Maman akan medesainkan sebuah perpustakaan kecil yang tak formal. Artinya, tak perlu ada kursi dan meja, cukup gelar karpet atau kasur tipis dengan bantal, misal. Untuk isinya, selain buku-buku cerita atau dongeng, juga tape untuk anak mendengarkan musik. Jangan lupa, musik amat baik buat perkembangan anak. Selain itu, tape juga bisa dimanfaatkan untuk mendengarkan dongeng, selain ada kasetnya juga bukunya. "Berdasarkan pengalaman, cara ini amat efektif. Begitu anak mendengar cerita tersebut, dia akan segera membuka buku dan 'membaca'nya. Dengan begitu, dia jadi tahu persis bagian-bagian yang sedang diceritakan."
"Tentu saja, akan lebih baik lagi jika orang tua juga menyediakan buku-buku ilmu pengetahuan, mengingat anak usia ini mulai kritis," lanjut ayah dua anak balita ini. Apalagi jika kemampuan bicara si kecil mulai lancar, tentu ia akan banyak bertanya. Nah, dengan adanya buku-buku tersebut, kita pun jadi terbantu saat memberi penjelasan pada si kecil. Setidaknya, bila ada pertanyaan si kecil yang kita kurang tahu jawabannya, kita bisa lihat dari buku-buku itu dan menunjukkannya pada si kecil.
Namun jangan salah, lo, isi perpustakaan si kecil tak harus sama dengan perpustakaan orang dewasa yang melulu berbau text books. Ingat, buat batita, ruang baca juga merupakan ruang bermain. Jadi, selain buku-buku, biarkan anak ber-sharing dengan mainan yang ia miliki. Artinya, jangan biarkan ia terus mem"baca" selagi ada di perpustakaan, misal. Melainkan biarkan si kecil tetap bermain di sini karena bukankah dengan bermain pun, ia sebetulnya juga tengah belajar? Toh, bilang Maman, pada usia ini prinsip belajar bukanlah suatu keharusan atau sesuatu yang harus ditekankan, melainkan pada kenikmatan atau kesenangan.
KOMENTAR