Meski terlahir dari rahim yang sama, tiap-tiap orang cenderung memiliki sifat yang berbeda. Selain diperoleh secara genetik, hal ini juga dipengaruhi dari pengalaman dan kondisi lingkungan sosial orang tersebut. Fika F Yunita, MPsi,. Psikolog Anak dari Rumah Sakit Royal Progress menambahkan, "Urutan kelahiran (posisi) anak dalam keluarga, pola asuh orangtua, dan harapan-harapan yang ditanamkan orangtua kepada anak juga sangat mampu membentuk sifat anak," ujar Fika.
Si Sulung
Saat mendapatkan anak pertama, orangtua pasti memperlakukan anaknya dengan sangat "spesial" dan anak selalu menjadi pusat perhatian. Semua harapan orangtua untuknya di masa depan sangatlah besar. Misalnya, menjadi contoh yang baik bagi adik-adiknya nanti.
Namun jangan membebani anak dengan harapan muluk. Takutnya, ia tumbuh menjadi rendah diri, terlebih jika ia juga memiliki sifat sensitif. Selain itu, ia akan tumbuh menjadi anak pemikir. Jadi, jangan terlalu "memaksa" dan tanamkanlah sense of humor pada Si Sulung. Begitu juga dengan memanjakan, jangan terlalu berlebihan, karena anak akan menjadi manja dan sulit menjadi decision maker.
Ketika Anda dan pasangan berencana memberikan adik, komunikasikan dengannya agar ia tidak kaget ketika perhatian orang di sekitarnya teralih ke anggota baru di keluarga. Anak pertama juga cenderung suka bermain dengan orang yang lebih tua darinya (om, tante, kakek, dan nenek), ini memungkinkan ia berpikir lebih dewasa. Dipadu dengan pola pengasuhan yang benar, Si Sulung sebenarnya bisa menjadi organisator ulung dan bertanggung jawab dengan hidupnya.
Si Tengah
Memiliki kakak dan adik dalam keluarga membuat Si Tengah suka berbagi dan lebih mudah menyesuaikan diri, begitu juga ketika ia bergaul di luar. Anak tengah juga biasanya lebih santai dalam menata hidupnya, karena pola asuh orangtua yang lebih banyak membebani tugas rumah kepada Sang Kakak dan lebih fokus pada pekerjaan plus Si Bontot. Tak heran jika Si Tengah lebih supel dan dekat dengan teman-temannya.
Buruknya, anak tengah rentan rendah diri (inferior), karena kerap dibandingkan dengan kakak. Dan sesuai pengamatan Fika, anak tengahlah yang lebih sering datang berkonsultasi tentang masalah inferior ini.
Si Bungsu
Selain paling banyak menyedot perhatian dan paling dilindungi, Si Bungsu juga kerap mendapat julukan Terlucu, Termanis, Terpintar, Terfavorit, dan lain-lain. Nah, perilaku protektif inilah yang memungkinkan ia tidak percaya diri, selalu bergantung pada orang lain, dan cenderung inferior (merasa paling kecil dan dianggap tidak mampu melakukan apapun) saat berada di luar rumah.
Biasanya, ketika terjun dalam lingkungan sosial, mereka menjadi sangat kompetitif. "Karena di rumah dianggap enggak tahu apa-apa, jadi dia melampiaskan kompensasinya di luar," terang Fika. Lain halnya jika sedari kecil kakak dan orangtua bersikap sebaliknya, dia pasti termotivasi untuk mengungguli kakaknya.
Si "Sundul"
Istilah anak 'sundul' diberikan kepada anak yang usianya terpaut jauh dengan kakaknya (10-20 tahun). Ada dua hal yang mampu membentuk pribadi anak sundul sesuai dengan proses kelahirannya. Yakni, apakah saat mengandung Si Orangtua memiliki rencana atau tidak (istilahnya kebobolan). Jika direncanakan, pasti orangtua dan saudara kandung sudah bersiap-siap dengan kehadirannya. Namun kalau sebaliknya, secara tak langsung akan ada penolakan dari orangtua, meski tidak ditunjukkan secara langsung kepada anak.
"Pasti ada bedanya, dong, mengasuh anak yang dipersiapkan dengan yang tidak. Apalagi jika usia ibu sudah tak muda lagi dan kondisi fisik tak seprima dulu. Hal ini tentunya bisa membuat anak tumbuh dalam penolakan orang-orang terdekatnya. Anak merasa, harusnya ia mendapat perhatian lebih. Apalagi jika kakak merasa malu memiliki adik yang usianya sangat jauh dan cemburu, Si "Sundul" tentunya semakin tertekan. Jika memang anak ini mempunyai karakter bawaan yang tangguh dan lingkungan juga men-support dia, harusnya enggak ada masalah," urai Fika
Si Tunggal
Dalam keluarga, anak tunggal merupakan gabungan anak sulung dan anak bungsu. Dia jelas jadi favorit, karena semua perhatian terpusat padanya. Akibatnya, tingkat kompetitif dalam hidupnya bisa diminimalisir karena ketiadaan kakak dan adik.
Jika ia mendapat perhatian yang cukup dari orangtua, dia selalu percaya diri untuk masuk ke dalam lingkungan sosial manapun. Namun jika kurang dekat, ia akan susah berbaur. "Inilah yang ditekankan kepada anak tunggal, mereka harus belajar kalau semua tidak bisa sesuai dan serapi dengan apa yang dia hadapi selama ini (di rumah)," tegas Fika.
Ester Sondang / bersambung
KOMENTAR