Atau, jangan-jangan ia bolak-balik ke kamar kecil semata-mata lantaran ingin bermain. Mengapa tak sediakan sarana semacam itu di halaman? Dengan demikian, si kecil pun jadi belajar bahwa untuk bisa bermain air, tak perlu harus cari-cari alasan ke WC.
Lain hal, bila si kecil terkena diare dan butuh tindakan lanjut dari kita untuk membawanya ke dokter, sekaligus memastikan apakah ada gangguan fisiologis pada anak. Jikapun bukan gangguan fisik, cermati lebih lanjut mungkin ada hal lain, entah perasaan nervous atau sesuatu yang bersifat psikologis.
Saran Mayke, sebaiknya kita memiliki catatan lengkap mengenai kapan dan dalam situasi seperti apa anak tiba-tiba minta BAB. Dari situ, telusuri lebih jauh lagi, apa kira-kira yang salah atau enggak beres. Semisal pola asuh yang tiba-tiba dirasakan anak begitu berubah dengan datangnya adik bayi. Saat timbul kecemasan pada si kakak akibat takut tersaingi semacam itulah, bisa terjadi si kecil mewujudkannya dengan bolak-balik ke kamar kecil dan bukan dengan menyakiti si adik yang jadi saingannya.
Si Kecil Kedapatan Bermain Feses
Ada kalanya anak usia 1-2 tahun punya kebiasaan memain-mainkan fesesnya tanpa sempat teramati oleh orang tua maupun pengasuhnya. Anak seusia ini, jelas Mayke, keinginannya bereksplorasi sangat kuat. "Ia sama sekali belum mengerti kalau 'mainan' barunya sesuatu yang kotor karena pemahamannya memang belum sampai ke sana." Malah bukan tak mungkin, lo, feces dianggapnya sebagai sesuatu yang mengasyikkan untuk dimain-mainkan mengingat strukturnya yang lengket dengan bau tertentu.
Nah, bila si kecil kedapatan tengah asyik bermain dengan fesesnya, saran Mayke, bersikaplah biasa saja. "Jangan pernah panik yang hanya akan membuat anak bertanya-tanya semakin tak mengerti. Jangan pula bersikap terlalu keras semisal menghukum." Ingat, ia belum mengerti sama sekali; ia hanya ingin mencoba dan mengamati sesuatu yang baru yang dianggapnya menarik, sampai suatu saat pemahamannya akan muncul.
Jadi, lebih baik beri tahu si kecil dengan lembut, "Nak, ini kotor, bau, dan jijik. Jadi, jangan dipegang, ya." Selanjutnya, kita harus lebih berhati-hati agar jangan sampai hal itu terulang lagi. Jikapun sampai terulang, kita juga tak perlu marah atau menghukum. Bukankah kita tak bisa berharap si kecil langsung paham hanya dengan sekali dijelaskan? Hingga, kita perlu mengulang-ulang penjelasan tersebut.
Yanti/Achmad Suhendi/nakita
KOMENTAR