Bila yang terjadi adalah anak kurus dengan berat badan yang tak naik-naik, tentu saja bisa dikatakan sehat dan bisa juga tidak. Karena itu harus dicari penyebabnya; karena faktor nutrisi atau non nutrisi. Faktor nutrisi, misal, sang ibu merasa sudah cukup memberi asupan makanan yang bergizi. Kuantitas dan kualitasnya baik sesuai dengan menu gizi seimbang yang mengandung; karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Setelah dianalisis asupan dietnya ternyata yang diberikan kuantitasnya masih kurang dari kebutuhan. Padahal setiap bulan seorang anak beratnya harus selalu ada kenaikan. Secara kasar dapat dipakai patokan sebagai berikut; anak umur setahun beratnya tiga kali berat badan lahir. Umur 2 tahun kira-kira 4 kali berat badan lahir. Jadi, kalau bayi lahir dengan berat badan 3 kg maka pada usia 1 tahun beratnya 9 kg dan pada usia 2 tahun jadi 12 kg. Lebih spesifik lagi, bayi 3 bulan pertama kenaikan beratnya antara 600 gr-1000 gr. Jadi per minggunya naik 150-250 gr. Kemudian 3 bulan kedua naik sekitar 600-700 gram per bulan. Tiga bulan ketiga sekitar 400-500 gr. Tiga bulan keempat 300-400 gram. Di atas satu tahun, 1-3 tahun kira-kira kenaikannya sekitar 250 gram atau seperempat kilogram per bulan.
Nah, kalau ternyata setiap bulan berat badannya tak naik atau naik tapi tak memuaskan maka harus dievaluasi kembali masukan nutrisinya dengan memperhitungkan pula aktivitas fisiknya. Apakah sudah cukup untuk mengantisipasi kelebihan aktivitasnya. "Namun dengan catatan anaknya sehat atau tak ada penyakit. Karena kalau aktivitasnya berlebih sementara masukan kalorinya cukup atau pas-pasan, maka kalorinya tak cukup disimpan untuk menaikkan berat badannya."
Memang ada periode-periode tertentu di mana anak sedang aktif, seperti usia satu tahun, anak mau bisa jalan. Pada anak-anak ini harus diberi tambahan kalori. Jadi kalau anak kurus tapi aktif dan tak ada penyakit yang mendasarinya maka asupan makanannya itu yang harus dianalisis.
Untuk anak sehat yang kurus dalam hal makan pun tak ada yang khusus. Makanannya tetap dengan gizi seimbang sesuai dengan kelompok umurnya hanya jumlah kalorinya disesuaikan dengan kebutuhan menurut umur. Kecuali untuk anak sakit. Misalnya, anak sakit panas maka diberi yang lunak. Kalau diare diberi yang mudah diserap/dicerna.
FAKTOR PENYAKIT
Sementara itu ada juga anak kurus yang tak sehat. Menurut Aryono, biasanya karena terdapat penyakit yang mendasarinya. Akibatnya anak tak mau makan/anoreksia. Di Indonesia beberapa penyakit yang dapat menyebabkan anak kurus akibat tak mau makan antara lain adalah infeksi seperti infeksi paru-paru (TBC), infeksi saluran kemih, infeksi parasit dan lain-lain. "Selama penyakitnya tak disembuhkan maka tetap akan kurus, sebab asupan makannya kurang karena anak tak nafsu makan. Dengan begitu berat badannya pun tak naik-naik."
Biasanya anak kurus yang tak sehat karena ada penyakit yang melatarinya akan tampak seperti pucat, lesu, demam, tak nafsu makan dan berat badan pun tak mau naik-naik. Tapi bila penyakitnya disembuhkan, otomatis nafsu makan anak pun jadi membaik. Dengan demikian berat badan pun akan bertambah.
BUKAN TURUNAN
Yang jelas, anak kurus bukan faktor turunan, lo. Berbeda dengan anak gemuk; menurut hasil penelitian, kalau kedua orang tuanya gemuk maka 70 persen anaknya berisiko gemuk. Bila hanya salah satu orang tua yang gemuk maka 40 persen anak berisiko gemuk. Sedangkan bila kedua orang tuanya tak gemuk maka anak berisiko 7-10 persen gemuk.
Hal itu tak berlaku pada anak kurus. Kecuali masalah tinggi badan yang dipengaruhi kedua orang tuanya. Tinggi badan ini bisa membuat penampilan anak tersebut tampak kurus atau tidak. Bila kedua orang tuanya tinggi dan anaknya pun tinggi sehingga tampak kurus. Tapi, bisa juga, lo, kedua orang tuanya tinggi tapi anaknya pendek. Nah, kalau kemudian anaknya sering sakit, ya, jadi tampak kurus."
Begitupun dengan berat badan lahir. Bukan berarti bila berat lahirnya rendah lalu akan membuat kelak anak jadi kurus. Berat badan lahir normal biasanya sekitar 2,5 4 kg. Kecepatan tumbuh kembangnya sama sesuai kurva tumbuh kembang. Sedangkan, pada berat badan lahir rendah dibedakan dalam dua hal, yaitu karena umur kehamilannya kurang/prematur dan karena umur kehamilan cukup, semisal 39 minggu tapi berat badan janin rendah, misal 2 kg, maka dikatakan dismatur atau mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin dalam rahim.
Nah, bayi yang dismatur biasanya perkembangan berat badannya akan mengejar ketinggalannya. Karena sebetulnya dia normal tapi mengalami hambatan pertumbuhan dalam rahim. Justru setelah lahir bayi-bayi dismatur ini rakus dan bisa mencapai berat badan seperti berat badan bayi normal. Sedangkan yang lahir prematur, dengan berat badan lahir sangat rendah, misal 1 1,5 kg tentu memakai kurva perkembangan yang berbeda. Bisa jadi kenaikan berat badan selanjutnya pun mungkin tak seperti berat badan anak normal.
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR