Bayi baru lahir cuma bisa tidur telentang. Setelah usia 3 bulan, bayi bisa memilih sendiri posisi tidur yang nyaman baginya. Sampai-sampai, ada bayi yang tidurnya lasak.
Kala si kecil baru lahir, sering kita dinasehati untuk mengubah-ubah posisi tidurnya, terutama agar kepalanya enggak peyang lantaran tidur telentang terus-menerus. Bahkan, ada yang menyarankan supaya bantalnya diisi beras karena beras itu akan mengikuti bentuk kepala bayi.
Memang, aku dr. Eric Gultom, SpA dari bagian perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo, bisa saja terjadi kepala peyang jika bayi tidur dengan satu posisi saja. "Kepala bayi baru lahir, kan, belum menyatu tulang-tulangnya, jaringan-jaringannya belum tumbuh, masih longgar, dan banyak air. Hingga, bila ada tekanan pada satu sisi yang signifikan dan terus-menerus, menyebabkan kepalanya jadi peyang," terangnya. Tapi begitu tekanan pada satu sisi ini hilang, peyangnya juga hilang karena tengkoraknya masih berkembang dan tumbuh. "Jadi masih banyak pertumbuhan yang akan terjadi seperti daging, kulit, otak, dan tulang kepalanya, hingga peyangnya bisa hilang dan kepala jadi bagus kembali."
Lain hal jika ada faktor keturunan, misal, si bapak punya kepala bagian belakang yang datar (enggak bulat). "Nah, kebetulan anaknya membawa gen dari orang tuanya, hingga ia pun bisa jadi peyang kepalanya." Namun begitu, kepala peyang tak perlu dikhawatirkan karena tak akan membuat bayi jadi sakit. Jika selama ini kepala peyang kerap dipersoalkan, semata cuma lantaran estetika saja. Jikapun si kecil punya kepala peyang, toh, tetap tak mengurangi kegantengan atau kecantikannya. Iya, kan, Bu-Pak?
TIDUR TENGKURAP
Sebenarnya, tutur Eric, posisi tidur bayi bisa bermacam-macam. Tentu pada bayi baru lahir sampai usia 3 bulan, posisinya cuma telentang karena memang kemampuan motoriknya baru sampai di situ. Nah, kita bisa membantu mengubah posisinya dengan dimiringkan ke kanan atau kiri maupun ditengkurapkan. Namun, posisi yang disebut terakhir, hingga kini masih kerap diperdebatkan.
"Di negara Barat, tidur tengkurap dikaitkan dengan SIDS, yaitu Sudden Infant Death Syndrome atau sindrom kematian mendadak pada bayi. Secara statistik atau epidemiologi penelitian, SIDS banyak terjadi pada bayi yang tidur tengkurap," terang Eric. Apa penyebabnya tak diketahui, tapi kemungkinan lebih sering terjadi karena sofokasi, yaitu tersedak atau tercekik saluran napasnya hingga napasnya berhenti.
Toh, kita tak perlu khawatir karena kasus SIDS jarang ditemui di Indonesia. Selain itu, tidur tengkurap justru lebih baik karena banyak manfaatnya. "Ada literatur yang menyatakan, dengan tidur tengkurap, bayi jadi lebih nyaman, bisa tidur nyenyak, tangisnya berkurang, gerak pernapasan dan perkembangan motoriknya juga lebih baik."
Jadi, dari hasil penelitian ada yang mendukung namun ada juga yang tidak. Nah, kita mengambil jalan tengah saja; boleh tidur tengkurap asalkan tetap diawasi karena alasan sofokasi tadi yang bisa saja terjadi. Selain, harus diperhatikan pula apakah si bayi bermasalah atau tidak semisal lahir prematur.
MENCEGAH GUMOH
Kebanyakan bayi yang lahir sakit dalam arti dirawat di RS karena lahir prematur, minumnya pakai selang atau masih pakai bantuan mesin pernapasan, tidurnya diposisikan tengkurap atau miring ke kanan. Ini dikaitkan dengan waktu pengosongan lambung jadi lebih mudah. "Pintu lambung itu, kan, ada di sebelah kanan. Jadi, kalau dimiringkan ke kanan, minuman yang diminumnya masuk ke usus-usus hingga pintu pengosongannya lebih cepat," jelas Eric. Selain, posisi kepala yang agak lebih tinggi juga membantu dalam hal gravitasinya.
Itulah mengapa, kala bayi hendak dibawa pulang, pihak RS kerap menganjurkan agar bayi sering ditidurkan dalam posisi miring. Begitupun tidur tengkurap, "minuman yang masuk akan langsung masuk ke lambung, hingga bisa mencegah terjadi gumoh lebih banyak." Namun posisi-posisi ini lebih dianjurkan pada bayi yang menyusui dan umumnya usia di bawah sebulan. Soalnya, kalau sudah makan makanan padat seperti di usia 5 bulan ke atas, "posisi tak berpengaruh terhadap pengosongan lambung, karena di usia tersebut sudah jarang gumoh."
KOMENTAR