Kata-kata kasar, umpatan jorok, bahkan perilaku kasar kadang dibawa anak sebagai oleh-oleh dari pergaulan- nya di luar. Tak perlu panik bila hal ini menimpa putra-putri Anda. Ada kiatnya, kok, untuk mengatasinya.
Punya anak usia prasekolah, Bapak-Ibu mungkin akan terkaget-kaget. Pasalnya, dari mulut sang buah hati yang sudah lancar berbicara ini, tak jarang terlontar kata-kata yang membikin merah telinga kita. Ambil contoh pengalaman Ny. Baskoro (34) berikut ini.
Suatu kali Dina, putrinya yang berusia 4,5 tahun, tengah mengerjakan PR melipat dan menempel. Seperti biasa, Ny. Baskoro mendampinginya sambil memperhatikan apa yang dikerjakan Dina dan membantunya kala mengalami kesulitan. Tak jarang Ny. Baskoro ikut mengerjakan PR anaknya itu. Nah, pada hari itu, ketika Ny. Baskoro membantu Dina melipat, tiba-tiba si kecil berteriak,
"Goblok bener, sih, Mama ini. Bikinnya gini, lo, Ma!" sambil merampas kertas tersebut dari tangan ibunya. "Saya sempat shock mendengarnya. Kok, bisa-bisanya dia ngomong begitu? Padahal, selama ini saya dan ayahnya selalu mengajarinya sopan-santun, kalau ngomong juga enggak boleh teriak-teriak. Eh, tiba-tiba, kok, dia omong begitu dan perilakunya juga kasar, main rampas begitu. Dari mana, ya, dia mendapatkan kata-kata kasar seperti itu?" tutur Ny. Baskoro dengan nada bingung.
BELUM TAHU
Sebenarnya, bila kita paham bahwa anak seusia Dina mulai gemar bersosialisasi, maka kita tak akan terkaget-kaget apalagi sampai shock seperti halnya Ny. Baskoro. Pasalnya, ketika anak mulai gemar bersosialisasi, maka ia pun akan menyerap segala hal dari lingkungannya, termasuk hal-hal buruk semisal omong kasar.
Jadi, sekalipun kita yakin tak pernah mengajarinya berkata-kata maupun berkelakuan buruk, namun bisa saja hal demikian terjadi pada si kecil. Anak usia prasekolah, seperti dikatakan Dra. Rostiana, sedang dalam masa perkembangan senang melakukan imitasi. Selain itu, "taraf berpikirnya masih praoperasional, belum sampai taraf operasional. Jadi, anak masih berpikir konkret sekali," jelasnya.
Anak juga mulai mengembangkan konsep-konsep; konsep tentang teman, tentang baik-buruk, benar-salah, dan sebagainya. "Tapi justru disinilah bahayanya," ujar Pembantu Dekan III Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta ini.
Soalnya, dalam perkembangannya yang demikian, apa yang ada di luar dan menarik perhatiannya, bisa langsung terserap olehnya tanpa ia tahu benar apakah kata-kata maupun perilaku itu buruk atau tidak. Dalam bahasa lain, karena anak belum tahu, maka akhirnya banyak hal yang tak diinginkan orang tua dan sebenarnya juga tak diajarkan, ternyata dilakukan anak. Termasuk memaki-maki seperti yang dilakukan Dina ataupun berkata-kata jorok, dan sebagainya.
SUMBER PENGARUH
Jadi, Bu-Pak, betapa besar pengaruh lingkungan terhadap buah hati tercinta yang sedang dalam masa tumbuh-kembang ini. Misalnya, si kecil tengah bermain bersama teman-temannya, lalu ia melihat seorang temannya merebut mainan anak lain dan menang.
"Bagi anak yang melihat, hal ini sangat mengasyikkan, walaupun anak yang direbut mainannya itu menangis. Karena ia berpikir, dengan merebut, ternyata mendapat sesuatu. Akhirnya ditirulah perilaku itu," jelas Rostiana. Bukan berarti yang menjadi sumber pengaruh buruk ini hanya melulu terbatas pada teman mainnya, lo. "Sumbernya bisa datang dari siapapun juga dan dari mana pun si anak berada atau melihat."
KOMENTAR