Imunisasi merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit yang efektif, mudah, serta murah. Dengan imunisasi, seseorang akan memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu. Contohnya cacar, yang dahulu merupakan penyakit yang sangat ditakuti, sekarang berhasil dibasmi berkat imunisasi massal.
Pemberian imunisasi berangkat dari kejadian yang sudah lewat. Awalnya dari mortalitas (angka kematian) dan morbiditas (angka kesakitan) suatu penyakit. Salah satu contohnya adalah penyakit influenza. "Ternyata, angka kematian akibat influenza mencapai 20 ribu dan morbiditasnya 200 ribu per tahun. Ini kan, sangat mengganggu produktivitas orang dewasa. Nah, salah satu upaya pencegahannya adalah dengan imunisasi. Dengan adanya imunisasi, mortalitas dan morbiditas influenza jadi berkurang," ujar Dr. Okki Ramadian, Sp.PD dari Satgas Imunisasi Dewasa, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI).
Imunisasi adalah induksi untuk merangsang sistem imun tubuh untuk membentuk pertahanan tubuh terhadap jenis virus atau bakteri yang akan masuk ke dalam tubuh.
"Dengan membentuk sistem imun sebelum virus atau bakteri benar-benar masuk, tubuh akan mampu membentuk sistem imun dengan cepat, sehingga akan menurunkan, menunda, atau menghentikan terjadinya angka kesakitan," kata Okki.
Faktor HALO
Imunisasi pada orang dewasa memang belum sepopuler imunisasi pada anak. Padahal, imunisasi pada orang dewasa tak kalah penting dan terbukti sangat efektif mencegah penyakit. Bahkan, menurut American Society of Internal Medicine, imunisasi pada orang dewasa dapat mencegah kematian 10 kali lipat dibandingkan pada anak.
Ada banyak vaksinasi untuk orang dewasa, misalnya MMR, Tetanus dan Diphteri, Influenza, Pneumokok, Hepatitis A dan Hepatitis B, dan sebagainya. "Imunisasi pada orang dewasa sifatnya sangat optional, tetapi suatu waktu bisa jadi akan menjadi vaksin wajib untuk orang dewasa. Misalnya, influenza. Bayangkan jika seorang karyawan terkena influenza dan tidak bekerja selama seminggu. Tentu akan sangat mengganggu produktivitas kerjanya," kata Okki.
Untuk menilai apakah seseorang memerlukan jenis vaksinasi tertentu, harus dilihat faktor HALO-nya. HALO adalah singkatan dari Health (kesehatan), Age (usia), Lifestyle (gaya hidup), dan Occupacy (pekerjaan). Faktor kesehatan yang perlu dipertimbangkan misalnya, apakah klien menderita penyakit kronis (jantung, diabetes, kanker, dan sebagainya), sedang hamil, memiliki riwayat STD (sexual transmission disease/penyakit seks menular), menderita penurunan imun termasuk HIV, dan sebagainya.
Faktor usia antara lain apakah klien termasuk usia dewasa produktif ataukah sudah tidak produktif. "Kebutuhan vaksinasi orang usia produktif tentu berbeda dengan usia lanjut. Pada usia tidak produktif, vaksinasi sudah harus lebih digalakkan karena sudah gampang sakit," lanjut Okki.
Faktor gaya hidup misalnya apakah seseorang menyukai seks bebas atau tidak, menyukai traveling atau tidak, dan sebagainya. Ini akan menentukan jenis imunisasi yang diperlukan. Misalnya pada klien yang menyukai seks bebas, maka paparan yang paling sering adalah Hepatitis B dan STD, maka ia perlu vaksinasi HPV dan Hepatitis B, misalnya. Jenis pekerjaan juga menentukan jenis vaksinasi yang dibutuhkan. "Misalnya, faktor risiko seorang dokter tentu berbeda dengan seorang karyawan kantoran, sehingga jenis vaksinasi yang dibutuhkan juga berbeda," jelas Okki.
Nah, keempat faktor HALO inilah yang akan membantu klien atau petugas kesehatan dalam memutuskan jenis vaksinasi yang akan diberikan. Selain HALO, ada variabel lain yang juga perlu dilihat, seperti riwayat vaksinasi, penyaringan terhadap kontraindikasi, dan sebagainya.
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR