Bapak-Ibu, jangan sekali-sekali mempercayakan si Upik pada orang yang belum dikenal betul tabiatnya, sekalipun pada kerabat. Kita perlu waspada demi keamanan dan keselamatan buah hati tercinta.
Pasalnya, pelaku sexual abuse atau perlakuan salah secara seksual (PSS) terhadap anak justru orang-orang yang kita kenal dekat, yang kita percaya dan kita tak menduga sama sekali dia akan berbuat demikian pada si Upik. Entah itu pembantu, teman, kerabat, atau bahkan ayah kandung sendiri. Sebagaimana yang diberitakan baru-baru ini, seorang bocah berusia 14 bulan diperkosa oleh pria berusia 30 tahun yang merupakan teman dari ayah si korban.
Itulah mengapa, kita harus waspada. Apalagi, si Upik yang masih berusia batita, kan, belum bisa menilai dunia dengan lebih obyektif, belum bisa melakukan apa pun untuk menolak perbuatan tersebut dilakukan pada dirinya. Ia pun masih sama sekali belum punya bayangan dirinya sedang diapain oleh si pelaku. Belum lagi jika si pelaku memperlakukannya dengan lembut dalam arti dibujuk dan diiming-imingi sesuatu yang menarik atau malah sebaliknya, diancam.
Anak tentulah semakin tak berdaya. Nah, ketakberdayaan itulah yang membuat si Upik jadi rentan terhadap PSS. Perlu Bapak-Ibu ketahui, pelaku PSS terhadap anak, seperti dituturkan Yohana Ratrin Hestyanti, Psi., adalah orang yang sebetulnya juga tak berdaya sehingga dia harus melakukan sesuatu kepada orang yang tak berdaya pula.
"Tak berdaya di sini maksudnya bukan orang yang tak mempunyai kekuasaan, tapi secara kepribadian, dia adalah orang yang memandang dirinya negatif. Ada perasaan-perasaan tak mampu dalam dirinya sehingga ketika dia memperkosa, dia menunjukkan bahwa 'aku bisa'.
Makanya dilakukan kepada orang yang tak berdaya," terangnya. Rasa ketakberdayaan tersebut, lanjut dosen pada Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta yang akrab disapa dengan panggilan Jo ini, bisa disebabkan si pelaku memiliki problem-problem emosional dengan orang-orang di sekitarnya yang dia sendiri tak mampu mengatasinya, sehingga pelampiasannya kepada orang-orang yang tak berdaya.
"Bisa jadi dia adalah orang yang sering direndahkan atau diremehkan orang lain. Atau mungkin juga dia punya kelainan seksual dalam arti tak mampu atau impoten." Atau memang si pelaku adalah seorang pedofilia (cinta terhadap anak oleh orang dewasa untuk tujuan seksual).
KENALI ORANG-ORANG RUMAH
Kendati demikian, kita mungkin tak akan semudah itu bisa mengenali si pelaku. Pasalnya, sebagian besar pelaku PSS adalah orang yang kelihatannya "baik-baik", baik dalam penampilan sehari-hari maupun perilakunya. Tapi bukan berarti kita lantas jadi curiga pada setiap lelaki yang dekat-dekat dengan si Upik, lo. Juga tak berarti kita harus bersikap protektif selama 24 jam penuh sampai si Upik tak boleh keluar rumah sama sekali, misalnya.
Paling tidak, seperti dikatakan Jo, kita harus benar-benar tahu dan mengenali karakteristik orang-orang yang ada di rumah, bagaimana tabiat dan kebiasaan-kebiasaannya. "Jangan sampai kita membiarkan orang lain ada di rumah dan kita cuek saja." Misalnya, kakak atau adik ipar datang untuk menginap. "Nah, ini, kan, suatu kondisi yang mungkin bisa membahayakan bila kita enggak tahu persis bagaimana karakternya."
Jadi, tandas Jo, jangan pernah kita meninggalkan si Upik sendirian manakala ada orang luar masuk dan kita enggak tahu secara persis seperti apa tabiatnya. Jikapun tak memungkinkan untuk membawa si Upik, misalnya, karena Bapak-Ibu sama-sama bekerja, maka kita harus pastikan si Upik aman di rumah bersama pengasuhnya. "Tentu kepada si pengasuh pun kita juga harus memberi tahu untuk tak menerima orang-orang yang benar-benar kita tak tahu tabiatnya," lanjut lulusan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, ini.
Dalam hal kemungkinan ayah kandung juga bisa menjadi pelaku PSS, tentunya bukan berarti pula ibu-ibu lantas jadi was-was sama suami sendiri. Yang perlu Ibu lakukan, saran Jo, binalah komunikasi yang baik dengan suami mengenai pengasuhan anak bahwa anak adalah tanggung jawab bersama. Jadi, Bu-Pak, kita memang sudah selayaknya untuk bersikap waspada.
KOMENTAR