JANGAN PAKSA BILA SUDAH BOSAN
Biasanya, saat pertama kali mengajak anak membaca, ia tak bisa diam. Namun dengan ketekunan dari orang tua, Wulan yakin, lama-lama anak akan terbiasa. Misalnya, dengan menetapkan jadwal, sebelum tidur dibacakan cerita. "Lama-lama acara membaca bersama di tempat tidur ini akan menyenangkan buat anak." Yang juga harus diperhatikan, anak usia ini masih rentan perhatiannya.
"Konsentrasinya gampang berubah, sehingga kadang sulit untuk membuat anak duduk manis membaca buku," terang Wulan. Hal ini harus benar-benar disadari orang tua. Jadi, Bu-Pak, kalau si kecil sudah mulai bosan, biarkan ia melakukan kegiatan lain. Jangan malah melarangnya dan memaksanya untuk terus "membaca". "Kalau kita menuntut anak harus membaca juga, maka anak akan memandang kegiatan ini sebagai kegiatan yang tak menyenangkan dan penuh beban."
Akibatnya, tujuan kita untuk menanamkan cinta buku/membaca bisa tak tercapai. Untuk mengatasinya, Wulan menganjurkan agar kegiatan membaca sebaiknya dilakukan saat anak sedang mood. "Biasanya kalau di TK dilakukan pagi hari, saat anak-anak konsentrasinya sedang optimal."
AJARKAN MERAWAT BUKU
Seiring dengan upaya menanamkan cinta buku/membaca pada anak, orang tua pun perlu mengajari anak untuk menghargai buku. "Ia harus mampu menjaga dan merawatnya," ujar Wulan. Caranya bisa dengan memberikan peraturan sederhana dalam bentuk tulisan dan gambar yang ditempelkan di ruang baca atau ruang keluarga.
Sebagai contoh, tempelkan kertas yang bertuliskan, "Sebelum membaca, lihat dulu tanganmu, kotor atau bersih?" disertai gambar orang sedang mencuci tangan. Kemudian, di bawah tulisan tersebut, tulislah, "Bukalah buku perlahan-lahan" diikuti gambar orang yang sedang membalik halaman buku. Selanjutnya, tulis di bawahnya, "Tanyakan jika kamu enggak mengerti" dengan diberi gambar seorang anak dan orang tua yang sedang bercakap-cakap.
Terakhir, tuliskan, "Letakkan kembali buku ke tempatnya semula jika sudah selesai dibaca." Dengan adanya peraturan yang jelas, menurut Wulan, anak pun akan tergerak untuk mematuhinya. Namun sebaiknya, dalam membuat peraturaan, anak turut dilibatkan. "Minta usulan dari si anak, peraturan mana yang enak untuk kedua belah pihak."
Dengan begitu, anak akan merasa tata tertib tersebut bukan milik orang tua saja, tapi milik bersama. Anak pun akan mentaatinya. Bukankah itu perjanjian yang ia buat juga? Tekankan pula bahwa buku itu milik bersama, yang boleh digunakan oleh setiap anggota keluarga, baik ayah, ibu, kakak, adik, dan si anak sendiri. Berikan pengertian pula bahwa buku itu untuk dibaca, jadi tak boleh diinjak-injak, dibanting, atau dirusak. Nah, peraturannya bisa ditambah, "Buku tak boleh dibanting dan diinjak-injak."
BUKAN SENGAJA MERUSAK
Biasanya, anak juga punya kecenderungan untuk merobek-robek, menggunting gambar yang menarik perhatiannya, ataupun meremas-remas kertas. Sebenarnya, terang Wulan, anak merobek-robek buku ataupun meremas-remas kertasnya, bukan didasari oleh kesengajaan, "melainkan karena didasari belum tahunya dia."
Juga karena dorongan rasa ingin tahunya, ingin bereksperimen dengan buku tersebut. Bagaimana bunyinya jika kertas ini diremas, ya? Bagamana jadinya kalau buku ini dibanting atau digunting? Bukan berarti tindakan anak yang demikian lantas dibiarkan saja, lo. Anak tetap perlu diberikan pengertian bahwa buku digunakan bukan hanya pada satu waktu saja, tapi bisa sepanjang masa. Katakan, misalnya, "Suatu saat kalau Kakak ingin melihat atau membaca buku itu lagi, kan, Kakak dapat membacanya ulang. Jadi, jangan diguntingi gambarnya, ya." Dengan begitu, setiap kali ada gambar yang menarik perhatiannya, ia tak lantas main robek atau gunting. Jika buku tersebut sudah terlanjur rusak, entah karena dirobek atau diremas-remas, katakanlah,
KOMENTAR